Kesetaraan Gender Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Tim Riset dan Publikasi - Tim Publikasi Katadata
6/7/2018, 17.17 WIB

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 menunjukkan bahwa persentase penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia hampir berimbang, yakni laki-laki sebesar 50,24 persen dan perempuan sebesar 49,76 persen. Namun, kondisi itu bertolak belakang dengan jumlah laki-laki dan perempuan yang aktif dalam perekonomian.

Selama tahun 2011 hingga 2015, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan berada jauh di bawah laki-laki, yakni berkisar antara 48 hingga 51 persen. Sedangkan, partisipasi angkatan kerja laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan perempuan, yakni mencapai 83 hingga 84 persen.

“Saat ini perempuan masih terhambat dalam memenuhi potensi mereka di berbagai sektor, termasuk bidang ekonomi,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise dalam kunjungan kerja ke Fiji 22 Juni 2018 lalu dikutip dari Jpnn (22/6/2018)

Padahal, McKinsey dalam laporan Women Matter: Time to Accelerate menyebutkan bahwa kontribusi angkatan kerja perempuan akan signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi ke arah yang positif. Semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi.

Lebih lanjut, persoalan ketimpangan gender tidak berhenti pada seberapa besar perempuan terlibat dalam pasar tenaga kerja, tetapi juga ketika perempuan telah memasuki pasar kerja.

“Banyak diskriminasi berkelanjutan dan ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan,” ujar Yohana seperti dikutip jpnn.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, proporsi tenaga kerja perempuan di sektor informal mencakup 70 persen dari keseluruhan tenaga kerja perempuan. Tingginya peran perempuan di sektor informal dan rendahnya di sektor formal menandakan terbatasnya akses perempuan terhadap peluang pasar tenaga kerja di Indonesia.

Di satu sisi, pekerjaan informal memberikan fleksibilitas. Di sisi lain, pekerjaan informal mengindikasikan kurangnya keterjaminan pekerjaan, upah yang rendah, serta keterbatasan terhadap pelatihan profesional dan promosi karir dibandingkan dengan pekerjaan di sektor formal.

Tak hanya di sektor informal, bentuk ketimpangan gender juga terjadi di sektor formal. Data Bank Dunia menunjukan bahwa pada posisi entry-level professional, perempuan berada di angka 47 persen. Hal ini patut diapresiasi bersamaan dengan fakta bahwa 57 persen dari lulusan universitas di Indonesia adalah perempuan.

Namun, angka tersebut menurun drastis untuk posisi manajemen tingkat menengah dan tinggi. Pada manajemen tingkat menengah, perempuan hanya mencakup 20 persen dari keseluruhan pekerja. Angkanya lebih kecil lagi untuk manajemen tingkat tinggi, yakni 5 persen untuk posisi CEO dan 5 persen untuk Board Members.

Baca juga:  Infografik 'Lampu Kuning' Kesenjangan Gender Indonesia di Asia Pasifik

Menurut Menteri Yohana, perlu peran bersama untuk mendorong partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi dengan memacu produktivitas, menghadirkan pasar tenaga kerja yang adil dan kompetitif serta berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.

Secara global, Kajian World Economic Forum (WEF) 2017 mengindikasikan bahwa kesetaraan gender akan meningkatkan pertumbuhan domestik bruto (PDB) global sebesar US$ 5,3 triliun. Sejalan dengan hal itu, Citi Group dalam laporan Women in the Economy II menunjukan bahwa jika tingkat partisipasi angkatan kerja, jam kerja, dan produktivitas kerja rata-rata perempuan setara dengan laki-laki, maka PDB negara-negara OECD secara teori akan meningkat sebesar 20 persen dan PDB yang dihasilkan oleh perempuan akan meningkat 50 persen.

Banyak studi yang mencoba menguantifikasi potensi manfaat dari mereduksi ketimpangan gender bagi perekonomian. Umumnya, penelitian menemukan bahwa terobosan kecil untuk menutup ketimpangan gender akan menunjukkan hasil yang signifikan.

Alih-alih menjadi sandungan, kondisi ketimpangan gender di Indonesia dapat dilihat sebagai potensi besar kontribusi perempuan terhadap pertumbuhan ekonomi yang belum tergali. Potensi ini dapat digali melalui usaha-usaha mewujudkan kesetaraan gender di sektor ekonomi.

Kesetaraan gender berarti perempuan dan laki-laki memiliki kondisi dan potensi yang sama untuk berkontribusi pada pembangunan nasional dan merealisasikan hak-haknya sebagai manusia. Wujud dari kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam kesempatan berpartisipasi, memperoleh akses, dan merasakan manfaat dari pembangunan nasional.

This article was produced in partnership with Investing in Women, an initiative of the Australian Government that promotes women’s economic empowerment in South East Asia.

Reporter: Tim Riset dan Publikasi