Rating Kredit Indonesia Naik, BI Waspadai Rasio Beban Utang 170%

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Penukaran uang dolar AS di sebuah gerai Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) di Malang, Jawa Timur, Kamis (23/2).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yuliawati
22/12/2017, 19.12 WIB

(Baca: Utang Luar Negeri Capai Rp 4.590 Triliun, Mayoritas dari Sektor Publik)

Sejalan dengan kenaikan rating dari Lembaga Pemeringkat Internasional, Fitch Ratings ke BBB, BI menyatakan arah kebijakan yang diambil masih sama. BI akan tetap mewaspadai berbagai risiko global yang mungkin ada di tahun depan. Risiko itu berupa normalisasi kebijakan moneter di negara maju dan risiko geopolitik.

Untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi, kata dia, BI bisa mempertimbangkan banyak kebijakan seperti makroprudensial. Misalnya, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) seperti yang sudah dilakukan.

"Kami bisa melakukan pelonggaran seperti itu hanya karena kami berhasil mengendalikan makro. Inflasi rendah, CAD (current account deficit) terjaga dengan prudent dan neraca pembayaran bisa surplus."

REVISI: Tulisan ini diperbaharui pada tanggal 3 Januari 2018. Sebelumnya, dalam artikel ini menyebut rasio beban utang luar negeri terhadap pendapatan ekspor (Debt to Service Ratio/DSR) 170%. Namun, yang dimaksud sebetulnya adalah rasio utang luar negeri terhadap pos penerimaan transaksi berjalan (current account receipts) 170%.  

Halaman: