Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dana yang terhimpun di pasar modal hingga saat ini sudah mencapai Rp 257,02 triliun. Realisasi itu melebihi target 2017 yang sebesar Rp 217,02 triliun. OJK menargetkan tahun depan bisa mencapai Rp 253,94 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengatakan, target itu memang konservatif meskipun realisasi tahun ini sudah melebihi target. Sebab, di tahun depan akan ada beberapa tantangan yang akan dihadapi pasar domestik.
Tantangan itu di antaranya, masih rendahnya kapasitas dan daya saing sektor jasa keuangan Indonesia, dibandingkan dengan negara di kawasan. Selain itu, hadirnya bisnis layanan jasa keuangan berbasis teknologi (fintech) akan memberi variasi pembiayaan. Maraknya penawaran investasi ilegal yang merugikan masyarakat dengan memanfaatkan rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat juga menjadi tantangan.
"Juga ada tantangan yang berasal dari eksternal, seperti normalisasi kebijakan moneter di negara maju. Selain itu, juga ada tantangan geopolitik dunia," kata dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (21/12). (Baca: Bursa Butuh Sokongan Asing agar IHSG 2018 Tumbuh Dobel Digit)
Meski begitu, ia mencatat perkembangan pembiayaan dari pasar modal berkembang pesat. Alhasil, banyak pembiayaan infrastruktur yang bisa dibiayai melalui pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini pun sudah melewati batas psikologis 6.000. Hingga 20 Desember, IHSG telah tumbuh 15,34 persen menjadi 6.109,48.
Ia mencatat, ada 20 emiten sektor infrastruktur yang melalukan pencarian dana fund raising melalui pasar modal dengan total nilai emisi Rp 38,9 triliun tahun ini. OJK juga sudah memberikan izin untuk dua Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset ( KIK-EBA) terkait infrastruktur dengan nilai sekuritisasi sebesar Rp 6 triliun.
"OJK juga sudah meluncurkan EBA Surat Partisipasi. Hingga November sudah diterbitkam empat izin EBA SP dengan total nilai Rp 2,36 triliun," ujarnya.