Kenaikkan harga minyak mentah dunia dalam beberapa pekan terakhir bisa berdampak positif bagi keuangan negara. Setidaknya, peningkatan harga emas hitam itu bisa memperkecil defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan setiap harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) naik US$ 1 per barel, maka bisa menghasilkan penerimaan negara dari pajak maupun bukan pajak sektor migas sebesar Rp 3,4 triliun hingga Rp 3,9 triliun. Namun, di sisi lain juga akan membuat beban belanja negara meningkat Rp 2,6 triliun hingga Rp 3,7 triliun.

Alhasil dari perhitungan itu, setiap ICP naik US$ 1 per barel maka negara bisa memperoleh tambahan Rp 2 miliar hingga Rp 9 miliar. Begitu juga sebaliknya ketika harga turun. “Semestinya kenaikkan harga minyak tidak merugikan karena postur pendapatan khususnya PNBP dan PPh migas sangat bergantung pada harga komoditas, khususnya harga minyak. Ini juga dengan asumsi volume harga BBM sama,” kata dia kepada Katadata, beberapa waktu lalu.

Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi mengatakan hal yang sama. Jika tahun depan harga minyak mentah Indonesia secara rata-rata bisa berada di level US$ 65 per barel, maka defisit anggaran berpotensi turun 0,2%. “Jadi kenaikkan harga minyak positif untuk anggaran pemerintah,” kata dia.

Menteri Keuangan periode 2013 hingga 2014 Muhammad Chatib Basri juga menilai perekonomian Indonesia tahun depan akan lebih baik seiring kenaikkan harga minyak. Apalagi selain minyak, harga komoditas lainnya, seperti minyak kelapa sawit dan batu bara juga meningkat.

Peningkatan harga komoditas ini akan membawa berkah karena 60% ekspor Indonesia masih berupa komoditas mentah. Selain itu 60% penerimaan pajak berasal dari perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam.

Bahkan dampak dari membaiknya harga komoditas juga sudah dirasakan tahun ini. Pajak Pertambahan Nilai tahun ini meningkat di atas 10%. Selain itu perusahaan tambang seperti batu bara mulai menambah biaya modalnya sebesar 7%.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan setiap kenaikkan harga minyak dunia US$ 1 per barel, bisa menguntungkan negara sekitar Rp 1 triliun. “Kalau asumsi ICP naik, penerimaannya lebih bagus,” kata dia.

Meski demikian, pemerintah tidak akan merevisi asumsi ICP di APBN 2018, yakni tetap US$ 48 per barel. Alasannya, karena sekalipun harga minyak naik kedepan tetap saja akan berada pada kisaran asumsi tersebut.

(Baca: Harga Minyak Indonesia Oktober Sentuh Level Tertinggi Tahun Ini)

Per Jumat lalu, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berjangka West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$58,95 per barel. Realisasi ini mencapai titik tertingginya dari lebih dua tahun terakhir pada perdagangan akhir pekan lalu. Harga minyak acuan Brent pun mencatatkan kenaikan menjadi US$63,86 per barel.