BI Pastikan Isi Ulang Uang Elektronik Dikenakan Biaya

ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo
Petugas pemasaran memberikan penjelasan kepada nasabah tentang aktivasi uang elektronik BNI UnikQu di kantor Pusat BNI, Jakarta.
Penulis: Miftah Ardhian
6/9/2017, 13.19 WIB

Bank Indonesia (BI) memastikan akan mengeluarkan keputusan penegasan terkait dengan skema pengenaan biaya isi ulang yang dikenakan dalam uang elektronik. Kebijakan ini akan segera diterbitkan karena pembahasan dengan pihak-pihak yang terkait telah selesai.

Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan pihaknya telah menyelesaikan pembicaraan dengan berbagai perbankan dan badan usaha jalan tol. Dalam pembahasannya, seluruh pihak sudah sepakat dengan kebijakan untuk mengenakan biaya dalam melakukan isi ulang uang elektronik.

(Baca: BI Izinkan Bank Memungut Biaya Isi Ulang Uang Elektronik)

Meskipun demikian, Agus masih belum bisa memastikan kapan kebijakan tersebut akan mulai terbit dan diberlakukan. Begitu pula berapa besar biaya (fee) yang akan dikenakan untuk setiap transaksi isi ulang (top up) uang elektronik. "Biayanya yang pasti tidak membuat beban kepada konsumen," ujar Agus saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (5/9).

Direktur Pengembangan Bisnis Bank Central Asia (BCA) Santoso Liem mengungkapkan bahwa hari ini BI akan segera memfinalkan kebijakan mengenai biaya isi ulang uang elektronik tersebut. Dia memperkirakan, biaya tersebut berkisar antara Rp 1.000-2.000 per satu kali isi ulang. Biaya ini diklaimnya tidak akan memberatkan masyarakat.

"Menurut saya, kalau membayar satu nilai kecil, itu menjaga sistem. Kalau tidak ada nanti yang kelola gate tidak ada yang me-maintain, nanti rusak semua," ujarnya.

(Baca: Transaksi Uang Kartal Bakal Dibatasi Rp 100 Juta, Ada 12 Pengecualian)

Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, biaya untuk melakukan isi ulang uang elektronik memang untuk melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur pendukungnya. Biaya ini diperlukan guna terus mendorong gerakan nasional non tunai.

Rohan juga menjelaskan biaya tersebut memang belum diputuskan berapa besar. Namun, kabar beredar yang dia dengar, berkisar Rp 1.000-1.500 per satu kali isi ulang. Menurutnya biaya ini bisa dibilang murah atau mahal tergantung pelayanan yang diberikan.

Dirinya mencontohkan, biaya tersebut akan terlihat murah apabila perbankan memberikan akses kemudahan dalam melakukan isi ulang tersebut. Misalnya, Bank Mandiri yang akan bisa melakukan isi ulang melalui telepon selular dengan teknologi NFC. Sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh keluar rumah untuk melakukan transaksi tersebut.

"Jadi kalau fee-nya misal antara Rp 1.000-1.500 per top up, relatif bisa dibilang mahal atau murah. Tergantung bagaimana (pelayanan)," ujar Rohan.

(Baca: Penggunaan Sistem Keuangan Nontunai Turut Kurangi Kemiskinan)