Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit ulang laporan keuangannya. Hal itu dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardjanto menanggapi opini disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat) yang diberikan oleh BPK.
“Ketidaktuntasan itu sekarang sedang dalam proses penyelesaian, akhir Mei ini selesai, karena itu kami minta reaudit,” kata Rifky kepada Katadata, Senin (22/5).
Rendahnya akuntabilitas laporan keuangan KKP, menurut BPK terkait dengan rencana pengadaan 750 kapal yang mestinya disalurkan ke nelayan pada 31 Desember 2016.
(Baca juga: Laporan Keuangan Kementerian Susi Bermasalah, BPK Duga Dana Fiktif)
Kenyataannya, kementerian yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti itu hanya berhasil merampungkan 48 kapal dan minta perpanjangan waktu hingga Maret 2017. Sementara, anggaran senilai Rp 209 miliar untuk pengadaan barang itu sudah keluar dan ada masalah pada Berita Acara Serah Terima (BAST).
Rifky mengatakan, KKP punya itikad baik untuk memperbaiki laporan keuangannya, sesuai semua temuan BPK. Ia juga mengatakan pihaknya sangat terbuka apabila BPK hendak melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT).
PDTT dapat dilakukan sebagai pemeriksaan lanjutan pasca pemberian opini atas kewajaran Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). PDTT dilakukan, salah satunya, untuk menelusuri dugaan penggunaan yang fiktif atas anggaran negara.
Namun, ia berharap BPK bisa memberikan kesempatan pada KKP untuk membenahi laporan keuangannya. Bahkan, saat ini KKP tengah memfinalisasi beberapa poin yang dianggap bermasalah oleh BPK, termasuk soal pengadaan kapal bantuan.
(Baca juga: Pembiayaan Bank untuk Sektor Perikanan Turun 31,4 Persen)
Rifky berharap setelah audit ulang, KKP bisa kembali melanjutkan tren positif dengan status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) seperti empat tahun terakhir. “Mudah-mudahan kerjasama (dengan BPK) ini dapat berjalan baik,” katanya.
Selain KKP, ada lima kementerian dan lembaga lain yang diganjar disclaimer oleh BPK. Kelimanya adalah: Komnas HAM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Bakamla, dan Badan Ekonomi Kreatif.