Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya mengganjar Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk tahun buku 2016. Ini merupakan opini WTP pertama yang diperoleh Pemerintah Pusat.

Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menjelaskan, pemerintah pusat telah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa LKPP. Namun, baru kali ini berhasil memperoleh opini tertinggi.

Meski begitu, ia menekankan, masih ada sederet temuan yang perlu ditindaklanjuti pemerintah pusat. "Meskipun LKPP 2016 disajikan secara wajar atas seluruh aspek yang material, pemerintah tetap perlu menindaklanjuti rekomendasi BPK atas temuan sistem pengendalian intern dan kepatuhan," kata dia saat Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (19/5). (Baca juga: BPK: Ada BUMN Belum Lunasi Pajak PPN ke Negara)

Moermahadi memaparkan, BPK menemukan tujuh persoalan sistem pengendalian intern dalam LKPP 2016. Pertama, sistem informasi penyusunan LKPP 2016 belum terintegrasi. Kedua, pelaporan Saldo Anggaran Lebih (SAL) serta pengendalian piutang pajak dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga dan atau denda belum memadai. Selain itu, terdapat inkonsistensi tarif pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas).

Ketiga, BPK menemukan penatausahaan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud belum tertib. Keempat, pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai. Kelima, pertanggungjawaban kewajiban pelayanan publik kereta api belum jelas. (Baca juga: BPK Ungkap Kegiatan Tambang Bawah Tanah Freeport Tanpa Izin)

Halaman: