Pasar Tertekan, Sri Mulyani Harap Vonis Ahok Tak Ganggu Investor

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
12/5/2017, 16.09 WIB

Adapun untuk jangka panjang, Handy meyakini pasar masih berminat terhadap instrumen investasi Indonesia. Sebab, suku bunga Indonesia masih lebih tinggi dibanding negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Ia memperkirakan, yield SUN 10 tahun hingga akhir tahun nanti sebesar 7,25 persen.

Pasar saham juga bernasib sama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) turun satu persen sejak putusan Ahok tersebut. Pada Selasa lalu (9/5), IHSG turun 0,19 persen dan berlanjut sehari kemudian dengan penurunan 0,77 persen ke level 5.653.

Kepala Riset Bahana Sekuritas Harry Su mengatakan, investor khawatir suhu politik bakal terus memanas hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. "Belum normalnya suhu politik (membuat pasar khawatir)," katanya. Bila suhu politik terus memanas, ada risiko arus keluar dana asing (capital outflow) dari bursa saham dan obligasi.

Secara sektoral, Harry melihat adanya risiko bagi emiten di sektor properti saat kondisi politik tak stabil. Alasannya, masyarakat lebih berhati-hati bila ingin membelanjakan atau menginvestasikan dananya dalam jumlah besar.

"Kalau (pasar) tidak merasa aman dan nyaman, tidak mau orang beli big-ticket items seperti properti," kata dia.

Di sisi lain, analis senior Bina Artha Securities Reza Priyambada justru menilai investor hanya memanfaatkan vonis Ahok untuk melakukan aksi ambil untung alias profit taking. Pasalnya, IHSG cenderung naik beberapa hari sebelumnya.

“Pelaku pasar memanfaatkan sentimen-sentimen tersebut, terutama sidang Ahok untuk profit taking, jadi seolah-olah sidang Ahok yang membuat IHSG melemah,” ujarnya.

IHSG juga dinilai terimbas oleh penurunan harga saham emiten pertambangan seiring melemahnya harga batu bara dunia. “Mayoritas saham yang berbasiskan penambangan batu bara terkena dampaknya sehingga banyak yang terhempas ke zona merah,” ujarnya.

Sedangkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW. Martowardojo mencatat dana asing masuk (capital inflow) hingga pekan lalu sebesar Rp 106 triliun. Jumlahnya lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 75 triliun.

"Jadi menunjukkan secara findamental ekonomi Indonesia dianggap baik dan terus minat ke Indonesia untuk investasi langsung maupun portofolio," ujar dia.

Halaman: