OJK Klaim Kondisi Normal, Tak Ada Bank Yang Diawasi Intensif

Agung Samosir | Katadata
5/4/2017, 20.02 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, belum ada bank yang mendapatkan pengawasan intensif. Hal itu mengacu pada data per Maret lalu. Ini artinya, kesehatan semua bank masih terkendali.

“Semuanya dalam kondisi normal,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon di kantornya, Jakarta, Rabu (5/4). Ia pun meyakinkan, belum ada kondisi yang mengganggu stabilitas industri jasa keuangan. (Baca juga: Bank BUMN Hapus Buku Kredit Macet Rp 24,8 Triliun, Melejit 41 Persen)

Mengacu pada peraturan teranyar OJK yaitu POJK Nomor 14 Tahun 2017 mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum, bank masuk pegawasan intensif bila gagal memenuhi satu atau lebih kualitas keuangan yang ditetapkan OJK. Pertama, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) kurang dari 800.

Kedua, rasio modal inti (tier 1) atau rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah kurang dari persentase yang ditetapkan OJK. “Kalau ada persoalan GWM yang kurang dari yang ditetapkan, maka berdasarkan penilaian OJK bank itu memiliki permasalahan likuiditas mendasar,” ujar Nelson.

Kriteria lainnya, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) atau rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) secara neto lebih dari 5 persen dari total kredit atau pembiayaan. Selain itu, tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit 4-5 dan atau peringkat komposit kesehatannya 3, tetapi peringkat tata kelolanya 4-5. (Baca juga: Bank Mandiri Pidanakan Debitur Nakal Penyebab Kredit Macet)

OJK memberikan waktu satu tahun bagi bank dengan pengawasan intensif untuk memperbaiki kualitas keuangannya. Hal utama yang harus diselesaikan yakni terkait rasio kredit bermasalah dan tingkat kesehatan banknya. (Baca juga: Bank Permata Terbebani Kredit Macet Garansindo Rp 1,2 Triliun)

Nelson menjelaskan, instansinya melibatkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menangani persoalan bank—terutama yang sistemik—yang masuk dalam pengawasan intensif. “Ini supaya koordinasi lebih awal disampaikan ke LPS, bukan pas bank kadung memburuk,” ujar dia.

Bank sistemik adalah bank yang dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, jika bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. (Baca juga: OJK Rilis 3 Aturan Antikrisis, 12 Bank Masuk Kategori Sistemik)

Bank ditetapkan sistemik dengan mempertimbangkan ukuran aset, modal, dan kewajiban, luas jaringan atau kompleksitas transaksi, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain. Adapun, saat ini, OJK menyebut terdapat 12 bank yang ditetapkan sebagai bank sistemik.

Bagi bank sistemik dalam pengawasan intensif, selain memperbaiki kualitas keuangannya, juga wajib menerapkan rencana aksi (recovery plan) untuk mengatasi permasalahan keuangan. Selain itu, bank juga wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk mengatasi permasalahan keuangan.

Bila kondisi bank memburuk, OJK bukan lagi memasukkan bank dalam kategori pengawasan intensif, namun pengawasan khusus. Kriterianya seperti rasio KPMM kurang dari delapan persen; rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan; mengalami permasalahan likuiditas mendasar atau memburuk dalam waktu singkat.

Bank ditetapkan dalam pengawasan khusus untuk jangka waktu paling lama tiga bulan sejak tanggal surat pemberitahuan OJK. Bank ini wajib melakukan penambahan modal untuk memenuhi KPMM dan atau kewajiban pemenuhan GWM sesuai dengan ketentuan.

“OJK meminta penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menetapkan langkah penanganan permasalahan bank sistemik, terutama yang masuk dalam pengawasan khusus,” tutur Nelson.