Penerimaan pajak di awal tahun ini mencapai Rp 134,6 triliun atau naik 8,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Penerimaan semestinya bisa lebih besar bila Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memanfaatkan data-data dari program amnesti pajak (tax amnesty).
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rendahnya penerimaan pajak di awal tahun ini menunjukkan pemanfaatan data amnesti pajak yang belum maksimal. “Tahun lalu, (penerimaan pajak) sebelum Juli turun, terus Juli naik karena ada amnesti pajak, bukan karena alamiah. Kalau yang terjadi sekarang ini, menurut saya itu alamiah saja,” katanya di sela-sela seminar nasional bertajuk "Optimalisasi Penerimaan Pajak Pasca Tax Amnesty" di Jakarta, Selasa (14/3).
Menurut dia, semestinya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi bisa meningkat signifikan setelah berlangsungnya amnesti pajak. Namun, Ditjen Pajak mencatat, PPN hanya tumbuh 6,9 persen menjadi Rp 53,8 triliun. Adapun, PPH di luar sektor minyak dan gas (migas) hanya tumbuh 5,8 persen menjadi Rp 126,8 triliun, sedangkan PPh migas tumbuh 6,6 persen menjadi Rp 7,8 triliun.
(Baca juga: Penerimaan Pajak Membaik, Rp 134,6 Triliun pada Januari-Februari)
Prastowo menilai, pencapaian tersebut menunjukkan Ditjen Pajak belum melakukan penguatan pengawasan. “Pengawasan dari data-data amnesti pajak itu seharusnya ditingkatkan. Yang saya lihat (sekarang) ada potensi kehilangan penerimaan pajak jadinya,” ujar dia.
Anggota Tim Reformasi Perpajakan ini mengaku pihaknya sudah memberikan masukan kepada Ditjen Pajak. Namun, sejauh ini belum ada realisasi, baik dalam bentuk sikap ataupun kebijakan konkrit. Jadi, hanya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait keterbukaan informasi data perbankan saja yang bisa dimaksimalkan untuk mendorong penerimaan pajak tahun ini.
Untuk menggenjot penerimaan pajak pasca keterbukaan data perbankan, Prastowo menyarankan agar Perppu mencantumkan pula soal compliance risk management alias manajemen pengawasan berdasarkan risiko kepatuhan pajak. Artinya, pengawasan akan ditingkatkan terhadap wajib pajak yang memiliki peluang menghindari pajak paling besar.
“Seleksi per Kantor Pajak Pratama per kandidat, pasti (wajib pajak) yang besar-besar diperiksa terus bayar, (setelah itu) pasti (wajib pajak) yang bawah ikut. Jadi mereka akan lihat bahwa ketika yang atas ada duit saja tidak bisa nyogok (pegawai pajak) apalagi saya. Itu compliance risk management diperkuat,” kata Prastowo.
Di kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap, Tim Reformasi Perpajakan dan Ditjen Pajak bakal menentukan kebijakan cepat guna meningkatkan penerimaan mulai April nanti. Sejauh ini, menurut dia, tim reformasi masih melakukan evaluasi. (Baca juga: Ditjen Pajak Prediksi Google Bayar Kewajiban Pajak Bulan Ini)
“Tim reformasi dan dari pajak (Direktorat Jenderal Pajak) meminta waktu untuk mengevaluasi Maret sampai April ini,” kata Sri Mulyani. Upaya pengejaran penerimaan saat ini dianggap sulit karena amnesti pajak yang masih berlangsung.