Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memanggil Google Asia Pacific Pte Ltd, untuk meminta dokumen-dokumen keuangan perusahaan digital raksasa (Over The Top/OTT) tersebut. Jika mangkir dari panggilan ini, Ditjen Pajak siap meningkatkan kasus tunggakan pajak Google tersebut dari bukti permulaan menjadi penyidikan.
Ditjen Pajak membutuhkan dokumen keuangan Google lantaran akan mendorong perusahaan itu membayar pajak sesuai dengan pendapatannya di Indonesia. Hal itu sesuai dengan instruksi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati setelah rencana penyelesaian dengan harga yang disepakati bersama batal dilakukan.
"Kalau tidak (datang) ya kami lakukan penindakan. Akan saya sidik sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi saat rapat kerja dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MR/DPR, Jakarta, Selasa (17/1).
Bila Ditjen Pajak membawa kasus pajak Google ke tahap penyidikan, maka perusahaan digital tersebut terancam membayar kewajiban pajak dan sanksi sebesar 400 persen dari pajak terutang. (Baca: Google Tawar Tunggakan Pajak, Sri Mulyani: Ini Bukan Negosiasi)
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv membenarkan soal rencana pertemuan dengan perwakilan kantor pusat Google. “Ya, Google luar negeri,” ujarnya. Menurut dia, pertemuan tersebut bakal digelar pada Kamis besok (19/1). “Bukan besok (Rabu), lusa-lah (Kamis),” ujar dia, Selasa (17/1).
Rencananya, Dirjen Pajak bakal hadir dalam pertemuan dengan perwakilan Google itu. “Pak Dirjen mau klarifikasi langsung,” ujar Haniv. “Klarifikasi langsung ke Google, ini datanya mana?”
(Baca juga: Ditjen Pajak Yakin Google Serahkan Laporan Keuangannya Januari 2017)
Meski proses pemajakan Google masih dalam tahap bukti permulaan, Haniv menjelaskan, DJP sudah memanggil tim informasi dan teknologi Google serta ahli forensik guna memasuki tahap pemeriksaan. Selain itu, DJP telah menginvestigasi proses bisnis Google.
Di sisi lain, Haniv menambahkan, DJP masih menunggu dokumen keuangan dari perusahaan digital raksasa lainnya seperti Yahoo, Facebook, dan Twitter. Sebab, sama seperti Google, perusahaan-perusahaan tersebut belum menyerahkan dokumen keuangan. “OTT yang lainnya kami masih menunggu (mereka menyerahkan dokumen keuangannya),” ujarnya.
Ia berpandangan, untuk mampu mendorong seluruh perusahaan digital tersebut membayar pajak perlu dibuat aturan yang jelas mengenai Badan Usaha Tetap (BUT). Kemudian baru Kementerian Keuangan segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait aturan perpajakannya. Sebab, korporasi-korporasi itu memang semestinya masuk dalam kriteria BUT sebagai objek pajak.