Pemerintah memutuskan semua kemitraan jasa keuangan dengan JP Morgan Chase Bank NA. Sebab, bank investasi asal Amerika Serikat (AS) itu dianggap membuat riset yang jelek tentang Indonesia namun tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, riset tersebut tidak memuat upaya pemerintah menjaga perekonomian dari tekanan global.

Pada 13 November 2016, JP Morgan Securities merilis riset tentang kondisi pasar keuangan di negara-negara tengah berkembang (emerging market) pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Di bawah judul "Trump Forces Tactical Changes", riset itu langsung menyimpulkan: penurunan rekomendasi investasi Indonesia dan Turki menjadi "Underweight" serta Brasil menjadi "Neutral". Sebaliknya, rekomendasi untuk Malaysia dinaikkan menjadi "Overweight".

Rekomendasi JP Morgan itu berdasarkan penilaian adanya beberapa negara yang mengalami dampak negatif atas kebijakan ekonomi yang akan diterapkan Trump. Sebab, pasca terpilihnya Trump pada 9 November 2016, imbal hasil surat utang tenor 10 tahun langsung bergerak naik dari 1,85 persen menjadi 2,15 persen. 

Alhasil, pasar obligasi mengalami kenaikan harga lebih cepat dan defisit yang lebih tinggi. Lonjakan volatilitas ini meningkatkan premi risiko di emerging market, seperti Credit Default Swap (CDS) Brasil dan Indonesia. Ujung-ujungnya, kondisi ini berpotensi mendorong aliran keluar dana asing dari pasar negara-negara tersebut.

(Baca: Kementerian Keuangan: JP Morgan Buat Riset Tak Kredibel)

"Sebagai bentuk respons (dari kondisi itu), JP Morgan menurunkan rekomendasi untuk Indonesia dari overweight menjadi underweight dan Brasil dari overweight menjadi neutral," tulis JP Morgan dalam laporan tersebut, yang salinannya dimiliki Katadata.

Tak cuma itu, dalam riset kepada para investornya tersebut, JP Morgan menyarankan agar memegang dana tunai dari hasil investasinya di Brasil dan Indonesia. Sebaliknya, mereka merekomendasikan untuk menambah investasi di Rusia dan Malaysia.

Dalam riset itu, JP Morgan memang memberikan rekomendasi underweight kepada Indonesia, Korea, Filipina dan Turki. Sedangkan Cina, Rusia dan Malaysia mendapat rekomendasi overweight.

Sekadar informasi, overweight artinya selama 6 hingga 12 bulan mendatang pasar keuangan di suatu negara akan bergerak di atas rata-rata ekspektasi dari para analis. Dalam rentang yang sama, Neutral berarti pergerakannya sesuai espektasi dan underweight artinya di bawah espektasi atau diperkirakan lebih buruk.

(Baca: Riset Dianggap Ganggu Stabilitas, JP Morgan Diputus Pemerintah)

Namun, riset sepanjang delapan halaman itu tidak menjelaskan lebih detail perihal faktor-faktor lain yang menyebabkan rekomendasi investasi di Indonesia diturunkan dua tingkat. Dari data Bloomberg, riset itu hanya menampilkan dua grafik terkait Indonesia. Pertama, grafik rentang pergerakan CDS Indonesia terhadap mata uang rupiah hingga Oktober 2016. Kedua, grafik perbandingan indeks MSCI dalam dolar AS antara Brasil dan Indonesia.

Hal inilah yang disoroti oleh Pemerintah Indonesia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, JP Morgan tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia dalam membuat kajian dan rekomendasinya kepada investor. Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen tahun 2016 masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.

"Assessment (penilaian) JP Morgan tidak dapat kami mengerti. Kalau kami bandingkan negara lain, rasanya Indonesia tidak sejelek yang dikatakan JP Morgan,” katanya kepada Katadata, Senin (2/1) malam.

Saat pemerintah mengkonfirmasi hasil riset tersebut, JP Morgan terbukti tidak dapat memberikan penjelasan yang kredibel atau dapat dipertanggungjawabkan. Suahasil menyayangkan sikap JP Morgan tersebut. Bahkan, dia menganggap langkah JP Morgan itu bertujuan menjadikan Indonesia sebagai spekulasi di pasar. "Kalau ada yang mau menempatkan Indonesia sebagai sasaran spekulasi, berarti mindset-nya tidak sejalan dengan kami,” ujarnya.

(Baca: Terpukul Efek Trump, Cadangan Devisa Susut US$ 3,5 Miliar)

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah menerima semua bentuk tanggapan mengenai perekonomian Indonesia. Namun, dia merasa pemerintah sudah melakukan berbagai perbaikan kondisi perekonomian di dalam negeri, melalui pemotongan anggaran atau menurunkan target penerimaan agar APBN lebih kredibel.

“Saya berharap ini memberi sinyal bahwa negara ini diurus dengan baik, benar, dan sungguh-sungguh. Kami jaga Republik Indonesia ini dengan profesional, tidak berarti seluruhnya sempurna. Tapi kami lakukan kerja sama secara akuntabel," katanya saat konferensi pers pencapaian APBNP 2016 di Jakarta, Selasa (3/1).

Dengan begitu, Sri Mulyani berharap, perbaikan semacam ini juga menjadi pertimbangan dalam membuat sebuah kajian, termasuk oleh JP Morgan. "Kami harap partner kami di luar (negeri) memiliki sifat yang sama. Profesional, terbuka, dan tanggung jawab terhadap hubungan ini."

Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan juga mempertanyakan langkah JP Morgan menurunkan dua peringkat portofolio aset Indonesia. Sebab, dia menilai, kajian tersebut tidak berdasarkan penilaian yang akurat dan kredibel. “Karena cara kerjanya tidak kredibel dan akurat, kami pikir as a partner kami putus saja."

Kerja sama yang dimaksud adalah posisi JP Morgan sebagai dealer utama Surat Utang Negara (SUN), peserta lelang surat utang syariah negara, dan anggota panel penjamin emisi untuk penerbitan obligasi global Indonesia. selain itu, pemerintah menghentikan kerja sama dengan JP Morgan sebagai bank persepsi penerimaan pajak per 1 Januari 2017.

Hingga berita ini ditulis, Head of Communications Southeast Asia JP Morgan, Li Anne Wong, belum membalas surat elektronik yang dikirimkan oleh Katadata. Sedangkan seperti dikutip dari Tempo.co, Wong menyatakan, bisnis JP Morgan di Indonesia tetap berjalan normal dan dampak keputusan pemerintah tersebut terhadap kliennya kecil. “Kami masih terus berkomunikasi dengan Kemenkeu untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.