BI Waspadai Ancaman Kenaikan Agresif Bunga The Fed

Arief Kamaludin|KATADATA
16/12/2016, 19.53 WIB

Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), memberikan sinyal kenaikan agresif bunga dana atau Fed Fund Rate pada tahun depan. Langkah ini akan membuat dolar AS makin perkasa, sehingga biaya pinjaman (borrowing cost) bakal kian tinggi. Menanggapi sinyal tersebut, Bank Indonesia (BI) menyiapkan sederet langkah antisipasi.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, BI akan secara konsisten menerapkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Kebijakan yang dimaksud yaitu terkait suku bunga, nilai tukar rupiah, dan pengawasan (surveillance). Selain itu, BI akan menjaga kecukupan cadangan devisa.

“Kami yakin dengan setting sound strong policy dan kecukupan cadev dalam mengantisipasi itu, cukup,” katanya di Jakarta, Jumat (16/12). Sekadar informasi, cadangan devisa berada di posisi US$ 111,46 miliar pada akhir November lalu. (Baca juga: BI Klaim Cadangan Devisa Cukup Hadapi Gejolak Awal 2017)

Menurut Perry, besaran cadangan devisa saat ini cukup untuk mengantisipasi gejolak yang tengah berlangsung. Apalagi, cadangan devisa menebal dengan adanya tambahan dana senilai US$ 3,5 miliar dari penerbitan obligasi global pemerintah pada awal Desember lalu.

Untuk mengantisipasi menguatnya tekanan eksternal, BI juga telah meningkatkan kerja sama likuiditas dengan bank sentral negara lain. BI memperpanjang kerjasama dengan bank sentral Jepang, yaitu Bank of Japan (BoJ), dalam hal Bilateral Swap Arrangement (BSA) senilai US$ 22,76 miliar.

Selain itu, ada kerjasama dalam Chiang Mai Initiative Multilateralitation (CMIM). Dalam kerjasama multilateral antara negara di Asia Tenggara plus Jepang, Cina dan Korea Selatan tersebut, Indonesia mendapat jatah US$ 22,76 miliar.  (Baca juga: Sri Mulyani: Pondasi Ekonomi Kuat Hadapi Bunga The Fed)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makro Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, Fed Fund Rate berpotensi naik lebih besar seiring dengan rencana ekspansi fiskal dari Presiden AS terpilih Donald Trump. Bagi domestik AS, ekspansi fiskal tersebut digadang-gadang dapat mengurangi tingkat pengangguran menjadi 4,5 persen dan mendorong ekonomi tumbuh 2,1 persen pada 2017.

Adapun dampak kenaikan Fed Fund rate bagi negara lainnya bakal beragam. ”Tergantung masing-masing negara,” ujar Juda. Namun, ia menekankan fundamental ekonomi Indonesia jauh lebih baik dari 2013 silam, sehingga diharapkan lebih kuat dalam menghadapi tekanan eksternal.

(Baca juga: Bunga The Fed Naik, Saham dan Mata Uang Negara Berkembang Anjlok

Meski begitu, perlu mewaspadai tekanan yang ada. Sebab, dolar AS terpantau menguat sangat cepat terhadap mata uang lainnya. Hal tersebut terlihat dari kenaikan indeks dolar DXY. “Kenaikan indeks ini memang cepat sekali, sekarang ada indikasi indeks dolar menguat,” ujarnya.