Dana repatriasi hasil program pengampunan pajak (tax amnesty)  sudah mulai mengalir masuk ke Tanah Air. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, sebanyak Rp 100 triliun dana repatriasi tersebut bakal masuk pada akhir tahun ini.

Deputi Gubernur Perry Warjiyo menyatakan, sebagian dana repatriasi hasil program pengampunan pajak itu sebenarnya sudah mulai masuk ke Indonesia. “Sudah masuk (dana repatriasi) sekitar Rp 40-an triliun. Yang Rp 100 triliun itu akan masuk, dan kami antisipasi di Desember,” katanya di Jakarta, Kamis (3/11).

Sekadar informasi, mengacu pada data Direktorat Jenderal Pajak, dana repatriasi hingga awal November ini tercatat mencapai Rp 142,6 triliun. Dana tersebut bakal masuk secara bertahap. (Baca juga: Repatriasi Dana, Cadangan Devisa Akan Terus Naik Sampai Akhir 2016)

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, jika BI tidak mengambil langkah stabilisasi, kurs rupiah bisa menguat tajam saat dana repatriasi berbondong-bondong masuk ke dalam negeri. Penguatan rupiah yang terlalu tajam dan cepat bakal memperbesar nilai impor dan mempengaruhi daya saing ekspor Indonesia.

“Namun saya pikir BI akan terus berada di pasar untuk menjaga kestabilan rupiah, sehingga in line dengan fundamental ekonomi Indonesia yakni dalam mengelola defisit transaksi berjalan,” ujar dia kepada Katadata. Berkat aliran dana itu, dia meramalkan, kurs berpotensi mendekati level 12.500 hingga 12.900 per dolar Amerika Serikat (AS).

Sejauh ini, Josua melihat beragam instrumen investasi yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak sudah cukup mengakomodir beragam karakteristik dan profil risiko (risk profile) dari para wajib pajak yang merepatriasi dananya. Namun, ia menilai otoritas terkait perlu memperbanyak instrumen investasi berdenominasi valuta asing (valas).

(Baca juga: Masih Ada 200 Wajib Pajak Besar Belum Ikut Tax Amnesty)

Selain itu, menurut Josua, BI perlu mempersiapkan instrumen pasar uang seperti Negotiable Certificate of Deposit (NCD), commercial paper, dan produk-produk lindung nilai (hedging). Adapun aturan soal NDC dan commercial paper tengah dipersiapkan BI. Rencananya, aturan tersebut bakal terbit akhir tahun ini.

Sejauh ini, Perry menjelaskan, modal asing masih mengalir deras ke dalam negeri (capital inflow). BI mencatat, capital inflow sebesar Rp 157 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 37 triliun masuk ke pasar saham, sedangkan sisanya mengalir ke pasar surat utang negara (SUN). Hal ini turut memberi sentimen positif kepada rupiah.

Besarnya capital inflow, menurut Perry, karena pasar memandang ekonomi Indonesia telah pulih sejak pertengahan 2015. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di kisaran lima persen juga dianggap lebih baik dibanding negara lain. Selain itu, isu domestik seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) masih terkendali.

(Baca juga: Sambut Aksi 4 November, Bursa Saham dan Rupiah Melemah)

Meski diproyeksi bakal menguat di akhir tahun, nilai tukar rupiah terpantau melemah seiring dengan merosotnya indeks saham pada Jumat ini (4/11), . Mengacu pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah 0,4 persen ke level 13.103 per dolar Amerika Serikat (AS). Adapun, di pasar spot, rupiah juga melemah tipis 0,13 persen ke posisi 13.092 per dolar AS pada Jumat siang.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melorot 0,4 persen ke level 5.307 dalam pembukaan perdagangan pagi ini. Indeks sempat menanjak, namun kembali melorot ke level 5.308 pada penutupan sesi pertama.

Para analis mengemukakan pandangan beragam soal penyebab pelemahan indeks dan rupiah, dari mulai antisipasi pilpres AS hingga kekhawatiran pelaku pasar terhadap aksi unjuk rasa di Jakarta Jumat siang ini.