Di sisi lain, bank umum sulit mendanai proyek infrastruktur karena mayoritas  dana simpanannya berjangka pendek. Padahal, pembiayaan infrastruktur bersifat jangka panjang. Karena persoalan ini pula, pemerintah gagal menjadikan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) menjadi bank infrastruktur.

Menurut Bambang, persoalan tersebut bisa dijawab dengan pembentukan Bank Infrastruktur. Bank khusus tersebut diklaim bakal lebih mudah mencari pendanaan. Setiap kali membutuhkan modal yang besar, Bank Infrastruktur bisa menerbitkan obligasi dalam jumlah besar. Hal ini sama seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dapat menerbitkan obligasi untuk membiayai proyeknya.

Adapun rencana pemerintah melakukan transformasi PT SMI menjadi Bank Infrastruktur telah mendapat dukungan DPR. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, DPR telah menyetujui penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada SMI sebesar Rp 20,3 triliun. Penambahan PMN itu berasal dari PMN murni Rp 2 triliun dan pengalihan aset dari PIP sebesar Rp 18,3 triliun.

Pengalihan aset tersebut merupakan tahapan awal dalam pembentukan Bank Infrastruktur. Adapun pengalihan aset sudah terlaksana pada Desember tahun lalu. (Baca juga: Bank Infrastruktur Bisa Danai Proyek Rp 150 Triliun)

Menurut Bambang, dengan berubahnya PT SMI dan PIP menjadi Bank Infrastruktur, modal yang dimiliki keduanya bisa didongkrak dari Rp 25 triliun hingga menjadi Rp 150 triliun untuk membiayai proyek infrastruktur. "Kami berharap dengan modal awalnya sebesar Rp 25 triliun bisa di-leverage hingga 6 kali lipat," kata Bambang, April tahun lalu. 

Halaman: