Langkah otoritas Singapura memeriksa dana orang Indonesia di negaranya yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty), menuai reaksi keras di dalam negeri. Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chris Kanter menuding, otoritas perbankan Singapura sengaja memantik kekhawatiran para peserta amnesti pajak agar tidak memindahkan dananya ke Indonesia.
Menurut Chris, otoritas Singapura sengaja mengumumkan ke media massa tentang pelaporan nama-nama nasabah yang mengikuti program pengampunan pajak ke kepolisian. Padahal, pelaporan itu lazim dilakukan dalam sistem keuangan perbankan, sepanjang bukan sebuah pengaduan.
“Orang yang tidak terlalu mengerti, jadi khawatir, padahal tidak masalah,” kata Chris kepada Katadata, Jumat (16/9). Gara-gara informasi soal perlaporan tersebut, Chris menduga, nasabah asal Indonesia yang khawatir bakal memilih hanya melakukan deklarasi saat ikut tax amnesty meski kena tarif tebusan dua kali lipat. Sebab, mereka khawatir jika mengejar tarif rendah dengan melakukan repatriasi, transaksi mereka bakal dilaporkan bank di Singapura ke kepolisian.
(Baca juga: Jegal Tax Amnesty, Singapura Berdalih Cuma Cek Dana Mencurigakan)
Agar kekhawatiran tersebut tidak berlarut-larut, Chris berpendapat, Direktorat Jenderal Pajak perlu menjelaskan soal pelaporan tersebut. “Perlu dijelaskan bahwa itu sifatnya pelaporan. Di sini juga ada (ketentuan serupa). Nasabah transfer US$ 10 ribu, bank harus lapor ke PPATK. Bukan mengadukan, dia melaporkan,” ujarnya.
Ia pun menduga, hal itu dilakukan karena perbankan Singapura terancam oleh penarikan dana nasabah asal Indonesia yang ingin mengikuti program tax amnesty. “Otomatis ini akan menggoncang perbankan Singapura, karena ada dana besar keluar dalam waktu pendek.”
Mengacu pada data Direktorat Jenderal Pajak per 15 September 2016, deklarasi harta luar negeri dan repatriasi terbanyak memang berasal dari Singapura. Nilai deklarasi harta dari negara tersebut mencapai Rp 103,16 triliun atau 74,51 persen dari total harta deklarasi luar negeri. Sedangkan repatriasinya mencapai Rp 14,09 triliun atau 76,14 persen dari total repatriasi.
Jadi, Chris mengaku, tidak heran jika pemerintah Singapura melakukan berbagai cara untuk menghambat arus dana keluar tersebut dari negaranya. Penilaian yang sama diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Ia menyatakan, pemerintah sudah menduga ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi atau menjegal pelaksanaan program amnesti pajak, termasuk dari Singapura. "Ya itu, sebenarnya sudah lama ada kayak gitu, cuma selalu dibilang tidak benar,” ujar Darmin saat ditemui di kantornya, Jumat (16/9).
(Baca juga: "Diserang" Pejabat Indonesia, Singapura Bantah Jegal Tax Amnesty)
Seperti diketahui, sempat beredar kabar perbankan di Singapura melaporkan nasabahnya asal Indonesia yang ikut program amnesti pajak ke kepolisian. Setelah diklarifikasi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah Singapura menjelaskan, bank sentral negaranya (Monetary Authority of Singapore/MAS) hanya menjalankan standar dari Financial Action Task Force (FATF). Bentuknya adalah melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada kepolisian, ketika menangani nasabah yang ingin mengikuti amnesti pajak.
Jadi, proses penyelidikan tersebut hanya dilakukan ketika ada laporan kegiatan keuangan yang mencurigakan. Kebijakan ini lazim dilakukan oleh setiap negara yang tergabung dalam FATF.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengimbau agar WNI tidak takut mengikuti program tax amnesty. "Itu urusan pemerintah sana (Singapura). Kalau di sini tidak usah takut," ujarnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama juga menyatakan hal senada. "Orang Indonesia di Singapura tidak perlu takut. Sudah banyak yang daftar. Kalau dilihat deklarasi dan repatriasi paling banyak dari Singapura. Tidak ada masalah," ujarnya.