Banjir data yang bersumber dari Panama Papers menjadi perhatian serius pemeritah. Bahkan, jauh sebelum bocoran informasi dari kantor firma hukum Mossack Fonseca, Panama yang dirilis International Consortium of Investigative Journalists pada Senin awal pekan ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menelisik sejumlah nama yang muncul dalam dokumen tersebut.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan lembaganya sudah mulai meneiliti nama-nama tersebut terutama yang terkait temuan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan. Selain itu, juga yang berhubungan dengan data Laporan Hasil Analisis PPATK. (Baca: Heboh Panama Papers Mengguncang Berbagai Negara).
“PPATK sudah tahu bahwa Panama, British Virgin Island, dan CI adalah tax haven dan sudah pernah menemukan modus transaksi ke Panama,” kata Agus kepada Katadata, Rabu, 6 April 2016. Sayang, Agus tak menjelaskan lebih jauh bagaimana modus yang digunakan oleh perusahaan atau warga Indonesia yang membuka kantor atau rekening di negara suaka pajak (tax haven) tersebut.
Yang pasti, dalam penelusuran ini, tim PPATK pernah terbang ke British Virgin Island untuk menjalin kerja sama dan berbagi informasi. Tak hanya itu, lembaganya pun telah menjalin kerja sama dengan Suspicious Transaction Reporting Office (STRO). Bahkan, dengan PPATK Singapura itu telah dibuat nota kesepahaman (MOU).
Terkait dengan data dalam Panama Papers, Agus menyatakan PPATK juga bekerja sama dangan Direktora Jenderal Pajak untukk melihat apakah ada potensi penghindaran pajak oleh entitas yang masuk daftar tersebut. “Yang ditemukan kebanyakan tentang dugaan penghindaran pajak,” ujarnya. (Baca: Panama Papers yang Merobohkan Pemimpin Negara).
Sebagai tindak lanjut, masalah ini akan dibahas dalam rapat satuan tugas PPATK-DJP. Secara resmi, pada tahap awal pemerintah akan berkomunikasi dengan otoritas Panama melalui surat elektronik. Karena itu, Agus menegaskan lembaganya akan mendukung penuh upaya penelusuran oleh Direktorat Pajak. Sebetulnya, dalam konteks yang lebih luas, Satgas PPATK-DJP ini telah terbentuk dan bekerja sejak tiga tahun lalu.
Seperti Katadata beritakan sebelumnya, mulai Senin awal pekan ini, organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia. Dokumen yang bersumber dari bocoran data Mossack Fonseca ini pun menghebohkan dunia. Isinya menyangkut 11,5 juta dokumen daftar klien Fonseca dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak di negara masing-masing.
Sejumlah nama politisi, bintang olahraga, dan selebriti yang menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan cangkang di luar negeri tercatat dalam dokumen tersebut. Tercatat, dokumen Panama Papers masuk dalam file sebesar 2,6 terabyte (TB). Perinciannya, ada 4,8 juta e-mail, 3 juta database, 2,1 juta dokumen PDF, 1,1 juta foto, 320 ribu dokumen teks, dan 2.000-an file lainnya. (Baca: 6.000 Orang Indonesia Simpan Uangnya di Satu Negara).
Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada nama yang sesuai antara data di instansinya dengan Panama Papers. Kendati begitu, dia masih mengkaji dokumen tersebut. Bocoran informasi itu akan melengkapi data pemerintah dalam menyiapkan kebijakan penerapan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Menurut dia, pembentukan perusahaan bertujuan khusus atau special purpose vehicle/SPV ini merupakan hal biasa dalam bisnis internasional. Sementara ini, data tersebut masih dikaji mengenai implikasi transaksi yang dilakukan oleh para miliuner tersebut pada pembayaran pajak. Dokumen Panama Papers akan disandingkan dengan data Direktorat Pajak yang diterima dari otoritas pajak negara lain sebagai persiapan penerapan pengampuna pajak. “Akan kami pakai sebagai referensi tambahan,” ujarnya. (Baca: Panama Papers Berpeluang Percepat Pengesahan Tax Amnesty).
Hari ini, kata Bambang, Dewan Perwakilan Rakyat sedang membentuk alat kelengkapan atau badan khusus yang akan membahas Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty. Alternatifnya, RUU Pengampunan Pajak akan ditangani oleh Badan Legislatif, Panitia Khusus, atau Komisi Keuangan DPR. Setelah itu baru dibentuk panitia kerja.
Di tempat terpisah, Anggota Komisi Keuangan DPR Misbakhun mengatakan persoalan teknis dalam aturan tersebut sebenarnya sudah selesai. Namun secara politik belum. Karena itu perlu penjelasan lebih lanjut oleh pemerintah terkait pentingnya kebijakan tax amnesty. Dia menyebutkan, ada 26 sampai 27 pasal dalam draf RUU Tax Amnesty yang diajukan oleh pemerintah. (Baca: 6.000 Orang Indonesia Simpan Uangnya di Satu Negara).
Adapun Wakil Ketua Umum Kamar dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa menyebutkan keberadaan Special Purpose Vehicle (SPV) adalah hal yang wajar dalam bisnis. Namun dia enggan mengasosiasikan SPV sebagai metode untuk menghindari pajak. “Hanya untuk saving saja bukan untuk menghindari pajak,” kata Erwin di Hotel Sahid, Jakrta, Rabu, 6 April 2016.