Penurunan Cepat Suku Bunga Bisa Mengancam Stabilitas Bank

Bank KATADATA|Arief Kamaludin
Penulis: Yura Syahrul
21/3/2016, 18.11 WIB

KATADATA - Dalam tiga bulan terakhir, Bank Indonesia (BI) agresif memangkas suku bunga acuan BI rate. Tujuannya mendorong perbankan agar lebih rajin menurunkan suku bunga simpanan dan kredit, sehingga turut perekonomian. Namun, para ekonom mengingatkan, penurunan suku bunga secara cepat berpotensi mengancam stabilitas perbankan.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Anton Gunawan menilai, langkah BI melonggarkan kebijakan moneternya melalui instrumen BI rate bermanfaat untuk menurunkan suku bunga perbankan. Seperti diketahui,  Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis pekan lalu (17/3), memutuskan menurunkan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,75 persen. Ini merupakan penurunan suku bunga acuan yang ketiga kali sejak awal tahun.

Namun, Anton mengkhawatirkan penurunan bunga yang terlalu cepat dan dalam jumlah besar akan membahayakan likuiditas perbankan. Pasalnya, dapat mendorong nasabah berpaling ke instrumen investasi surat utang sehingga menggerus dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. "Dengan terlalu cepat, saya khawatir, itu tidak bisa. Itu akan ada dampak negatif dari beberapa hal, seperti terjadinya crowding out," katanya dalam acara dialog “Konsultasi IMF Pasal IV 2015 untuk Indonesia” di Jakarta, Senin (21/3).

Apalagi, beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya telah menekan likuiditas perbankan.  Pertama, Peraturan Otoritas Jasa keuangan (POJK) yang mewajibkan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) memegang Surat Utang Negara (SUN) dengan porsi 20-50 persen. Tujuannya untuk memperbesar kepemilikan lokal di SUN. Dari aturan ini, Anton menghitung dana Rp 63 triliun keluar dari bank.

(Baca: BI Rate Turun 3 Kali, BI Menilai Kebijakannya Belum Efektif)

Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memindahkan dana desa dan transfer daerah dalam bentuk surat utang. Kebijakan ini dikhususkan bagi daerah yang tidak membelanjakan dananya untuk pembangunan infrastruktur. Dari kebijakan ini, Anton menghitung dana Rp 50 triliun keluar dari perbankan.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati