Bunga Tetap 10% JS Saving Plan Memicu Goyahnya Jiwasraya sejak 2017

Jiwasraya.co.id
Ilustrasi, logo PT Asuransi Jiwasraya. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menjelaskan, produk JS Saving Plan yang menawarkan bunga tetap membuat kondisi Jiwasraya tidak sehat sejak 2017.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
2/7/2020, 21.38 WIB

PT Asuransi Jiwasraya mengungkap fakta dan kondisi perseroan yang terjadi pada periode 2012-2017, di mana asuransi milik pemerintah itu menerbitkan dan menjaul JS Saving Plan. Produk ini, akhirnya menjadi salah satu produk yang mengalami gagal bayar sejak Oktober 2018 sampai saat ini.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan, meski pada periode itu belum mengalami gagal bayar, sejak 2017 mulai terjadi peningkatan jumlah liabilitas dan klaim yang signifikan.

Penyebabnya kinerja keuangan terbebani oleh produk JS Saving Plan yang menjanjikan bunga pasti atau fixed rate mencapai net 10%, jauh di atas rata-rata bunga deposito.

Selain itu, adanya penempatan portofolio investasi Jiwasraya pada saham lapis ketiga dan instrumen reksa dana tunggal, yang diduga tidak menggunakan kaidah dan standar profesional, menjadi faktor Jiwasraya mengalami kerugian. Hal itu yang menyebabkan manajemen Jiwasraya tidak mampu membayar kewajiban terhadap nasabah.

"Sejak saya masuk dan efektif 27 Agustus 2018, kondisi keuangan Jiwasraya sudah sangat memprihatinkan dengan rugi per 30 Juni 2018 mencapai Rp 4,1 triliun. Sampai-sampai tidak ada cadangan gaji, operasional kantor, dan sudah tidak bisa membayar utang jatuh tempo jangka pendek untuk klaim produk JS Saving Plan," kata Hexana dalam siaran pers, Kamis (2/7).

Seperti diketahui, Jiwasraya mulai gagal membayar produk JS Saving Plan sejak Oktober 2018. Saat itu, Hexana masih menjabat sebagai Direktur Investasi dan Teknologi Informasi Jiwasraya, sementara posisi Direktur Utama Jiwasraya ditempati oleh Asmawi Syam.

Setelah mengetahui keberadaan utang Jiwasraya yang membuat rasio kesehatan modal atau Risk Based Capital (RBC) negatif, Hexana dan Asmawi melaporkan kondisi yang riil ini ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

(Baca: Komisi III DPR Dorong Kejaksaan Usut Jiwasraya Periode 2008-2016)

Hingga akhirnya, pihak Kementerian BUMN meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit tujuan tertentu terhadap laporan keuangan Jiwasraya.

Masalah pun kian bertambah ketika pada Januari 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan adanya manipulasi pencatatan laporan keuangan atau window dressing. Kemudian, ditemukan pula adanya pencatatan laba yang semu selama bertahun-tahun, setelah BPK berinisiatif melakukan investigasi awal terhadap Jiwasraya.

"Masalah Jiwasraya itu pelik, tapi manajemen Jiwasraya bersama Kementerian BUMN, Keuangan, OJK, dan stakeholder lainnya berkomitmen untuk terus menumbuhkan kepercayaan masyarakat," katanya.

Hexana sangat berharap agar seluruh pihak tidak terganggu oleh informasi yang tidak tepat, dan malah akan mengaburkan fakta sesungguhnya. Hal ini dimaksudkan agar proses penyehatan Jiwasraya bisa segera diselesaikan.

Hexana mengatakan, pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan tengah membahas suntikan modal kepada Jiwasraya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).

"Rencananya akan disalurkan kepada induk usaha asuransi BUMN Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI) pada 2021," ujarnya.

(Baca: DPR Setuju Rencana Pemerintah Suntik Dana Untuk Jiwasraya Tahun Depan)

Reporter: Ihya Ulum Aldin