Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tanda tangan digital atau digital signature, lebih aman dibandingkan tanda tangan basah di dokumen fisik. Sehingga ke depan, terbuka kemungkinan pengajuan dan persetujuan kredit perbankan bisa melalui tanda tangan digital.
"Kami di OJK sudah mulai menggunakan digital signature, dan menurut saya lebih aman," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, dalam forum diskusi virtual, Kamis (23/7).
Ia mengatakan, ada 35% nasabah berharap di masa mendatang dapat mengajukan kredit secara daring atau online, terutama di era perbankan digital. Namun, tanda tangan menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh regulator terkait pengajuan dan persetujuan kredit perbankan secara online.
Sebab, saat ini masih terdapat beberapa ketentuan pada sektor perbankan yang mewajibkan penggunaan tanda tangan basah atau persetujuan tertulis dalam pengajuan, dan persetujuan kredit di sektor perbankan.
Beberapa ketentuan yang dimaksud Heru antara lain, Undang-undang Perbakan Pasal 44A ayat (1), serta Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7 Tahun 2005 Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2). Kemudian, Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 33 Tahun 2016.
Menurut Heru, ketentuan tanda tangan basah atau persetujuan tertulis perlu ditafsirkan secara lebih luas. Termasuk dengan tanda tangan digital, dan persetujuan tertulis dalam bentuk eletronik.
Ia mengatakan, perlu ada regulasi khusus yang mengatur mengenai tanda tangan digital. Pasalnya, saat ini pengajuan dan persetujuan kredit di sektor perbankan masih mengharuskan tanda tangan basah.
"Padahal, tanda tangan basah rawan pemalsuan, karena lekuknya bisa ditiru. Apalagi jika bentuknya sederhana," ujarnya.
Sementara, tanda tangan digital dari sisi keamanan bisa dipakai dalam industri perbankan. Oleh karena itu, Ia membuka pintu diskusi untuk melihat masa depan tanda tangan digital ini.
Diskusi juga diperlukan, untuk mempertimbangkan apakah keberadaan tanda tangan basah masih perlu dipertahankan dalam industri perbankan.