Bank Indonesia akan meluncurkan BI Fast Payment untuk melayani pembayaran retail secara real time yang beroperasi 24 jam 7 hari menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada Desember tahun ini. Nantinya, nasabah dapat melakukan transfer online atau antarbank secara real time dengan biaya lebih murah dari yang tersedia saat ini.
"Untuk tahap pertama, BI fast kami rencanakan go live pada Desember 2021," kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta dalam Media Briefing Kesiapan Sistem Pembayaran pada Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1442H, Rabu (14/4).
Menurut dia, BI Fast kini masih dalam tahap pengembangan. Ia berharap sistem tersebut bisa digunakan untuk memperlancar momen Idul Fitri tahun depan.
Saat ini, transfer antarbank secara real time hanya diselenggarakan oleh perusahaan jaringan switching, seperti PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), Prima, dan Alto. Transfer online ini biasanya mengenakan biaya Rp 6.500. Dana yang ditransfer menggunakan metode ini bisa langsung sampai ke rekening penerima saat itu juga karena perusahaan switching memfasilitasi transaksi selama 24 jam dalam 7 hari.
Sementara dalam sistem kliring BI yang berjalan saat ini alias SKNBI, penyelesaian transaksi masing-masing di bank pengirim dan penerima dilakukan maksimal satu jam. Biaya yang dikenakan bank untuk transfer menggunakan sistem kliring ditetapkan Rp 2.900.
Filianingsih menjelaskan bahwa penurunan biaya dari semula Rp 3.500 menjadi maksimal Rp 2.900 berlaku sejak 1 April 2020 sampai 30 Juni 2020. "Penurunan itu dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi dari sisi permintaan," katanya.
Kendati demikian, dia menuturkan bahwa skema biaya tersebut tetap mempertimbangkan keberlanjutan industri. Ini karena porsi penurunan terbesar diserap melalui biaya yang dikenakan BI kepada perbankan yakni dari Rp 600 menjadi hanya Rp 1.
Bank sentral memproyeksikan transaksi perbankan digital bisa naik 19% dari Rp 27 ribu triliun pada 2020 menjadi Rp 32.200 triliun tahun ini. Transaksi e-commerce diperkirakan naik 33% dari Rp 253 triliun menjadi Rp 337 triliun. Transaksi uang elektronik juga diramal meningkat 32% dari Rp 201 triliun menjadi Rp 266 triliun.
Selain itu, transaksi QR Indonesia Standard (QRIS) ditargetkan bisa mencapai 12 juta pada tahun ini. Pengguna QRIS telah mencapai 6,5 juta pada tahun lalu.
Hasil survei Inventure Indonesia bersama Alvara Research Center menunjukkan, pandemi virus corona membuat penetrasi digital semakin masif di sektor perbankan. Layanan perbankan digital, seperti internet/mobile banking dan e-wallet pun menjadi lebih sering digunakan oleh konsumen.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, transformasi digital pada sektor jasa keuangan akan membawa perubahan signifikan bagi perbankan, rerutama dalam memperluas akses keuangan bagi masyarakat.
“Transformasi digital sektor jasa keuangan akan menjadi game changer mengingat akses kredit, pembiayaan, akan semakin mudah dan terjangkau dari berbagai lokasi,” ujar Wimboh dalam sesi acara Katadata Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2021 bertajuk “The Digital Banking Revolution”, Rabu (24/2).
Wimboh menambahkan, berbagai servis perbankan yang tidak hanya terbatas pada kredit dan pembiayaan, bisa dilakukan dengan platform digital. Termasuk, mempermudah dan mempercepat proses persyaratan administrasi dan dokumentasi. “Bisa kita lakukan tanpa batasan waktu dan ruang,” katanya.
Hal tersebut akan menjadi bagian penting dalam perkembangan industri digital di Tanah Air. Seiring dengan pergeseran gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat yang semakin erat dalam penggunaan teknologi. Termasuk, ekspektasi terhadap produk dan layanan jasa keuangan.