Jakarta- Para pakar dan pelaku ekonomi Syariah dalam sebuah diskusi bersepakat bahwasanya potensi pasar masih terbuka sangat lebar bagi bertumbuhnya ekonomi Syariah, baik di Indonesia maupun di dunia. Salah satu pintu utama menuju pertumbuhan itu adalah dengan berkolaborasi dan terus memanfaatkan platform digital demi kemudahan pelanggan.
Acara diskusi tahunan yang dihela oleh Maybank Indonesia yang bertajuk “From Niche to Mainstream: Accelerating Shariah Economy and Finance in Digital Era” diadakan secara virtual dan mengundang berbagai pembicara dari berbagai latar belakang.
Dr. Afifi Al Akiti, salah satu pakar ekonomi Syariah bereputasi dunia dari Universitas Oxford, Inggris, yang menjadi pembicara kunci dalam diskusi tersebut, menyebutkan bahwa di level global, para pakar sudah tidak meragukan lagi bahwasanya ekonomi Syariah berhasil menjadi salah satu praktek ekonomi yang tahan uji di tengah gejolak pandemi.
Afifi, yang pernah menuntut ilmu di salah satu pesantren di Kediri, Jawa Timur, selama sembilan tahun, merujuk pada total aset finansial Syariah di seluruh dunia, yang meski mengalami sedikit penurunan di kala pandemi, tapi tetap mampu bertengger di angka US$ 2,8 triliun. Angka tersebut diharapkan dapat bertambah menjadi US$3,7 triliun pada 2024 mendatang.
Ia juga mengajak para pelaku industri keuangan Syariah untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, terutama usaha bisnis kecil dan menengah, yang kerap menjadi tulang punggung ekonomi suatu negara, sebagai suatu langkah ekspansi yang berarti untuk semakin memperluas ceruk pasar.
Ia menambahkan bahwasanya ruang untuk ekspansi masih sangat terbuka lebar karena menurutnya, pada 2017 saja, penetrasi perbankan Syariah secara global masih bertengger di angka 40 persen.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria membenarkan bahwa masa depan industri perbankan Syariah masih sangat menjanjikan.
Hingga Januari 2021, total aset finansial Syariah di Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, berjumlah Rp1.753 triliun atau 9,62 persen dari total aset industri finansial secara keseluruhan.
Indonesia juga tercatat sebagai negara terbesar keempat pada Indikator Global Ekonomi Islami (Global Islamic Economy Indikator) dengan skor 91,2 persen untuk periode 2020-2021.
Taswin meneruskan bahwa perubahan pola perilaku masyarakat yang terjadi akibat serangan pandemi Covid-19, misalnya, justru makin mempercepat adopsi kemajuan penggunaan teknologi digital dalam menggunakan transaksi perbankan digital.
“Perubahan ini juga terjadi pada penggunaan digital banking di Maybank,” ujarnya.
Kepala Divisi Strategi,Transformasi dan Digital Maybank Indonesia Michel Hamilton menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan transformasi digital pada berbagai layanan ekonomi Syariah yang dimiliki.
Lebih lanjut, ia meneruskan bahwa saat ini banyak layanan digital yang bisa dipakai untuk berbagai kebutuhan seperti, antara lain, memberi zakat dan menabung untuk haji dan umroh.
“Kami berencana untuk terus berkolaborasi dan mempromosikan nilai inklusif pada layanan finansial Syariah kami,” ujarnya.
Pesan yang hendak dikirim jelas, tambahnya, bahwa kolaborasi dengan berbagai pihak akan semakin memperlebar pasar dan juga bahwa layanan perbankan Syariah diperuntukan buat semua kalangan dengan berbagai latar belakang.
Presiden Grab Indonesia, salah satu penyedia jasa layanan online terbesar di tanah air, Ridzki Kramadibrata, mengamini bahwa penggunaan platform digital dalam upaya membesarkan layanan berbasis Syariah adalah sebuah keniscayaan.
Ia lalu mencontohkan bahwa pihaknya telah memulai layanan pada penggunanya yang hendak membeli makanan halal dan juga memberikan layanan pengantaran makanan terjadwal, yang sedianya diperuntukan bagi pelanggan yang menghendaki makanannya diantar disaat sahur atau berbuka sepanjang bulan Ramadan kemarin.
“Sekarang, setelah Ramadan berlalu, kami melihat justru layanan terjadwal ini menguntungkan baik bagi pengguna jasa dan juga para penjual makanan,” ujar dia.
Ia melanjutkan bahwa penjual makanan jadi lebih bisa mengantisipasi jumlah pesanan, waktu pengantaran dan bahkan hingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan saat jam-jam sibuk.
Selain industri jasa keuangan Syariah, industri makanan halal dan juga pakaian dan kosmetik yang diproduksi berdasarkan prinsip Syariah, dikenal pula sebagai Halal lifestyle, juga sedang naik daun di berbagai negara mayoritas Muslim di dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Direktur Industri Produk Halal pada Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah Afdhal Aliasar mengatakan bahwa trend Halal lifestyle itu beriringan dengan naiknya kesadaran dan pemahaman berbagai kelompok masyarakat mengenai pentingan menjalani kehidupan berdasarkan prinsip Syariah.
“Pada awalnya, rendahnya literasi dan pemahaman mengakibatkan masyarakat terlihat bingung menghadapi fenomena Syariah. Tapi saat ini situasi sudah lebih baik,” ujarnya.
Zie Zie Shihab, salah satu influencer halal lifestyle yang juga menjadi salah satu pembicara diskusi mengatakan bahwa tanggapan yang dia terima terhadap halal lifestyle yang dia jalani pada umumnya sangat baik.
Bahkan, ia meneruskan, saat ini telah ada beberapa temannya yang nonmuslim yang mau mengikuti halal lifestyle yang dia terapkan, semisal dalam memilih makanan dan berbagai kebutuhan lainnya.
“Senang campur bangga rasanya bahwa halal lifestyle juga bisa dilakukan oleh teman-teman dari berbagai latar belakang. Semoga kedepannya, lebih banyak lagi hal yang bisa dilakukan.”