Tawaran Usai, Erick Thohir: 98% Nasabah Ikut Restrukturisasi Jiwasraya

Adi Maulana Ibrahim | KATADATA
Masa penawaran restrukturisasi pemegang polis Asuransi Jiwasraya telah berakhir. Data terbaru per 31 Mei 2021 menunjukkan, sekitar 98% pemegang polis setuju ikut restrukturisasi.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
2/6/2021, 17.08 WIB

Toto menilai, bisnis IFG Life bisa berkembang karena memiliki peluang pasar di lingkungan BUMN, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. IFG Life juga bisa mengimplementasikan teknologi digital untuk menjangkau segmen pasar lain.

"Dalam jangka panjang, mestinya bisnis mereka (IFG Life) akan cukup prospektif," kata Toto.

Berbeda dengan Toto, Analis Senior bidang Perasuransian Irvan Rahadjo mengatakan opsi yang paling menguntungkan nasabah adalah opsi penalangan atau bail out. Sebelumnya, bank mitra juga bersedia mengucurkan dana talangan kepada nasabah, kemudian bisa diganti oleh pemerintah melalui penerbitan obligasi. Selanjutnya, pemerintah mengangsur pembayaran surat utang tersebut.

Namun, opsi ini tidak ditempuh mengingat belum ada aturan terkait bail out dengan industri asuransi, baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

“OJK tidak merestui karena akan menjadi tagihan utang, menurut mereka bail out melanggar undang-undang, padahal bisa didiskusikan seperti apanya,” ujar Irvan.

Pria yang dikenal sebagai Pendiri Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) ini mengatakan, opsi lain yang bisa ditempuh pemegang saham adalah likuidasi atau pembubaran perusahaan. Opsi ini harus dengan seizin OJK berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 40/2014 tentang Perasuransian.

Namun, opsi likuidasi ini juga tidak diambil karena pertimbangan BUMN lain yang memiliki portofolio pensiun di Jiwasraya. Dampak ekonomi, sosial, dan politiknya besar jika dilakukan likuidasi.

Terakhir, opsi restrukturisasi, transfer, dan bail in. Ketiga langkah itu dilakukan secara bersamaan dengan dukungan dana dari pemegang saham Jiwasraya. Pelaksanaannya dilakukan secara tidak langsung melalui PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI).

Pemegang saham Jiwasraya menempuh opsi ketiga, yakni langkah restrukturisasi, transfer, dan bail-in agar Jiwasraya tidak mewariskan kerugian kepada IFG Life setelah transfer portofolio. Masalah pendanaan yang dibutuhkan dari PMN sebesar Rp 20 triliun ditambah Rp 2 triliun pada 2020 plus bunga surat utang yang akan dimintakan pada RAPBN mendatang (2022).

Menurut Irvan, angka ini masih jauh dari kebutuhan Jiwasraya. Belum lagi, negara juga akan menerima aset sitaan setelah keputusan terhadap perkara Tipikor yang melibatkan enam terdakwa kasus Jiwasraya sebesar Rp 16,8 Triliun.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin