Seorang nasabah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) asal Makassar bernama Hendrik mengaku tidak bisa mencairkan deposito senilai Rp 20,1 miliar karena dinyatakan tidak ada di dalam sistem. Padahal, Hendrik merasa menaruh uang melalui sistem real time gross settlement (RTGS) dari bank lain ke BNI.
"Kami datang ke BNI untuk mencairkan depo milik orang tua kami dan dinyatakan tidak ada di dalam sistem, betul (berarti uangnya hilang)," kata Hendrik seperti dikutip dari berita di Kompas TV.
Hendrik mengatakan, uang deposito yang senilai Rp 20,1 miliar itu berasal dari dua rekening berbeda. Pertama, atas nama Hendrik. Kedua, atas nama Heng Pao yang merupakan orang tuanya.
Menanggapi peristiwa tersebut, manajemen BNI memastikan tidak ada dana masuk dari nasabah dalam kasus dugaan raibnya uang tabungan deposito warga Makassar senilai Rp 20,1 miliar. BNI menduga ada pemalsuan bilyet deposito di Kantor Cabang BNI Makassar.
Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengatakan, BNI memilih menyelesaikan persoalan tersebut melalui jalur hukum. Tujuannya, untuk mendapatkan titik terang terkait keberadaan dana yang sebelumnya telah dikeluhkan oleh nasabah tersebut.
"Kami menerima komplain nasabah dan menemukan adanya pemalsuan bilyet deposito BNI yang dipastikan tidak ada dana masuk dalam sistem kami," kata Mucharom di Kantor BNI, Jakarta, Rabu (16/6).
Mucharom menegaskan, manajemen BNI sangat menghormati dan menjunjung tinggi proses hukum yang sedang berjalan. BNI juga berkomitmen untuk selalu menjaga seluruh dana nasabah yang disimpan di BNI.
Mengantisipasi kasus serupa, Mucharom menyarankan agar nasabah mengaktifkan BNI Mobile Banking sehingga dapat memeriksa kondisi rekeningnya setiap saat, baik terkait dana masuk maupun dana keluar, serta transaksi-transaksi keuangan lainnya.
"Nasabah berkewajiban menjaga kerahasiaan data pribadi dan fasilitas perbankan yang dimilikinya," katanya.
Dalam menangani kasus ini, manajemen BNI juga melakukan penelusuran internal, dimana salah satu mantan karyawan BNI diduga melakukan transaksi yang bukan haknya. Mucharom mengatakan mantan karyawan tersebut sebelumnya membantu nasabah dalam melakukan transaksi.
"Setelah kami teliti, karyawan ini yang tidak berhak untuk melakukan transaksi itu dan statusnya masih terlapor. Saat ini sudah mantan karyawan," kata Mucharom.
Mengantisipasi hal serupa, Mucharom menegaskan BNI selalu melakukan peningkatan pengetahuan karyawannya dan sudah memiliki prosedur tata kelola yang sudah baku, dimana prosedur tersebut rutin dipantau oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kalau ada hal-hal yang kurang, selalu mendapatkan perhatian. Selama ini internal kita selalu melakukan improvement," ujarnya.
Mucharom mengatakan, saat nasabah melakukan transaksi, BNI membatasi beberapa koridor kewenangan, seperti teller, call center, atau pemimpin cabang nilainya berapa.