Hasil riset OCBC NISP Financial Fitness Index menunjukkan 85,6% generasi muda terlihat "kurang sehat" secara finansial. Kondisi tersebut mendesak milenial untuk segera melakukan check-up atau pemeriksaan kondisi keuangan.
Di samping itu, riset juga menunjukkan kalau literasi keuangan generasi muda atau milenial Indonesia masih sangat rendah. Indeks kesehatan finansial Tanah Air baru 37,72 poin dibandingkan Singapura yang mencapai 61 poin.
Riset yang dibuat OCBC NISP bekerjasama dengan NielsenIQ Indonesia tersebut bertujuan untuk mengambarkan kondisi kesehatan finansial milenial Indonesia. Salah satunya dengan melihat sikap dan perilaku dalam pengaturan finansial.
Dalam riset tersebut juga menunjukkan hanya 14,3% anak muda yang berusaha menuju "sehat” finansial, dan kondisi tersebut belum ideal. Minimnya persentase kesehatan finansial tersebut akibat pemahaman milenial masih kurang tepat dan lengkap terkait kekayaan dan bagaimana mengelola keuangan.
Pemberitaan media juga menunjukan fenomena ikutan tren investasi saham namun menggunakan uang hasil utang, atau nekat terjun ke cryptocurrency alias mata uang kripto menggunakan uang sekolah atau bahkan tabungan menikah.
"Generasi muda harus segera melakukan financial fitness check up untuk memperbaiki kesehatan finansial mereka, dan jangan asal mengikuti tren keuangan atau ajakan investasi yang belum tentu tepat,” kata Direktur Bank OCBC NISP Ka Jit dalam paparan virtual, Kamis (19/8).
Menurut Ka Jit, akses masyarakat pada produk dan layanan keuangan yang terus meningkat tidak selalu membawa dampak positif. Ini berlaku pada generasi muda jika tidak dibekali pemahaman keuangan yang baik.
Associate Director NielsenIQ Inggit Primadevi mengatakan, dari total responde sebanyak 46% milenial mengaku percaya diri akan kondisi keuangan mereka. Responden milenial tersebut cenderung optimistis bahwa perencanaan finansial mereka mampu memberikan kesuksesan finansial di masa depan.
"Padahal, sebanyak 84% dari jumlah tersebut bahkan tidak melakukan pencatatan pengeluaran dan anggaran mereka. Sedangkan baru 16% yang memiliki dana darurat untuk mempertahankan gaya hidup mereka," ujar Inggit dalam kesempatan yang sama.
Dia juga menambahkan, hanya 3% milenial yang telah melakukan investasi seperti saham, reksa dana, tabungan berjangka dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan adanya diskalkulasi terhadap kondisi finansial sesungguhnya.
Berdasarkan studi OCBC NISP Financial Fitness Index yang dilakukan di tiga wilayah urban Indonesia yakni Jabodetabek, Surabaya, dan Medan, tercatat kemampuan milenial untuk menabung atau memiliki dana darurat lebih tinggi seiring peningkatan penghasilan.
Inggit menambahkan, faktor minimnya persentase pencatatan anggaran oleh milenial disebabkan spekulasi yang kurang tepat mengenai arti kaya. Sebanyak 36,98% dari financial fiteness index score percaya bahwa definisi kaya bersifat non- investasi dan kesenangan semata. Contohnya seperti kaya karena memakai baju bermerk, rumah atau mobil mewah.
Sementara itu, sebanyak 42,64% dari mereka mengacu pada produk bersifat investasi, dan memiliki skor indeks yang lebih tinggi atau lebih sehat.
“Ini yang menyebabkan orientasinya terlalu consumerism, padahal kalau mindset-nya sudah benar, itu menjadi langkah awal memiliki kesehatan finansial,” ujarnya.
Fakta mengenai banyaknya generasi sandwich juga disebut sebagai salah satu faktor rendahnya kesehatan finansial milenial di Indonesia. Dia juga menjelaskan, generasi tersebut umumnya memiliki tanggungan orang tua dan anak.
Inggit menekankan pentingnya bagi generasi sandwich untuk memiliki pola pikir atau mindset dan mentalitas kuat. Sebab, kondisi finansial mereka akan jauh lebih sehat jika mereka juga bekerja keras dan menyeimbangkan antara kebutuhan keluarga dan pemasukan. “Sekali lagi, mentalitas adalah hal yang sangat penting,” katanya.
Sementara itu, OCBC NISP menghadirkan solusi Nge-Gym Finansial, dimulai dari Finansial Fitness Check Up dengan mengakses www.ruangmenyala.com. Diperlukan waktu 3 menit untuk bisa mendapatkan informasi kesehatan finansial, serta solusi pendampingan keuangan.
Penyumbang bahan: Nada Naurah (magang)