PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) belum punya rencana mengakuisisi bank kecil untuk dijadikan bank digital seperti bank-bank lain. Para pejabat CIMB Niaga merasa sinergi digital dengan bisnis konvensional yang mereka miliki masih sangat bagus.
"Terkait akuisisi untuk membangun bank kecil menjadi bank digital yang baru belum ada arah ke sana," kata Kepala Bagian Strategi, Hubungan Investor, dan Kemitraan CIMB Niaga Saut Parulian Saragih dalam paparan publik secara virtual, Rabu (24/11).
Saut mengatakan, jika CIMB Niaga memiliki institusi baru berupa bank digital, sinergi dengan bisnis yang sudah ada bisa jadi tidak berjalan lancar. Meski begitu, manajemen CIMB Niaga tetap tidak menutup mata akan perubahan strategi ke depannya.
Perkembangan bank digital sejak akhir 2020 semakin marak bermunculan. Perkembangan tersebut dinilai positif karena bank digital bisa menjamah sektor yang belum tereksplorasi oleh bank konvensional.
Selain itu, perkembangan agresif pada bank digital untuk membangun aplikasi, berdampak positif pada CIMB Niaga. "Memicu kami semakin cepat memberikan fitur-fitur bagi nasabah. Sejak 2019, kami sudah merekrut banyak talenta," ujar Saut.
Saat ini CIMB Niaga punya aplikasi digital yaitu Octo Mobile dan Octo Clicks. Jumlah transaksi menggunakan Octo Mobile per September 2021 tembus 29 juta atau naik 94,6 % secara tahunan. Sementara transaksi menggunakan Octo Clicks mencapai 5 juta atau tumbuh 30,5%.
Berdasarkan nilai transaksinya, pemakaian Octo Mobile mencapai Rp 37 triliun per akhir September 2021 atau tumbuh 40,6 % secara tahunan. Adapun nilai pemanfaatan Octo Clicks Rp 24 triliun atau tumbuh 6,9 % secara tahunan.
Pendapatan dari digital CIMB Niaga per September 2021 mencapai Rp 306 miliar atau tumbuh 47,2 % dari periode sama tahun lalu Rp 208 miliar. Sebesar 57 % dari total tersebut berasal dari pendapatan sumber digital dan 43 % berasal dari pendapatan non-bunga.
Sejumlah bank memang menerapkan strategi mengakuisisi bank kecil untuk ditransformasikan menjadi bank digital. Seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia pada 2019. Nama bank tersebut pun diubah menjadi Bank Digital BCA.
Selain itu, ada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang sudah membuat kesepakatan awal dengan bank kecil untuk diakuisisi. Meski belum diumumkan secara resmi, kabar beredar BNI berencana ingin mengakuisisi PT Bank Mayora.
Perkembangan teknologi di industri perbankan hingga melahirkan bank digital, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, merupakan keniscayaan. Meski begitu, ada sejumlah faktor yang bisa membuat bank digital gagal dalam mengembangkan bisnisnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, salah satu faktor yang akan membuat sebuah bank digital gagal adalah kekalahan dalam kompetisi digital itu sendiri. "Karena pada akhirnya, bisnisnya tetap bisnis bank," katanya dalam dalam acara Jago Bootcamp 2021 di Canggu, Bali, Kamis (28/10).
Piter mengatakan, ketika masyarakat sudah bertransformasi digital, bank harus memenuhi kebutuhan digital masyarakat. Artinya, perubahan ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihentikan. "Semua bank akan menjadi bank digital, tapi tidak semua bank akan bertahan," katanya.
Ia yakin akan ada bank digital yang gagal karena akan bersaing dalam layanan digital. Kegagalan yang mungkin terjadi salah satunya adalah kesalahan manajemen, karena di belakang bank digital tetap ada manusia yang menjalankannya.
"Begitu juga kegagalan bank digital di dalam mengembangkan produk yang bisa menyebabkan mereka kalah bersaing," katanya.