Bank Indonesia (BI) segera memulai normalisasi moneter tahun ini dengan menaikkan secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM). Langkah ini akan mendorong penurunan likuiditas di perbankan hingga Rp 200 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah pengurangan likuiditas alias tapering off tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas sekaligus untuk memitigasi dampak rentetan global dari normalisasi moneter di negara maju. Meski demikian, peningkatan GWM tidak akan mengganggu fungsi intermediasi perbankan.
"Secara keseluruhan sampai nanti di kuartal ketiga, dengan kenaikan GWM tentu saja alat likuid (AL) dari perbankan akan turun, penyerapan likuiditasnya dari dana pihak ketiga sekitar Rp 200 triliun," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Kamis (20/1).
Meski demikian, Perry menyebut likuiditas di perbankan masih besar. Dengan rencana kenaikan GWM tersebut, rasio alat likui tterhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) diperkirakan masih akan tinggi.
Rasio AL/DPK pada Desember 2021 sebesar 35,12% dan akan turun menjadi 30% di akhir tahun ini seiring kenaikan GWM. Bahkan posisi itu masih lebih tinggi dari level sebelum pandemi.
Adapun dari posisi AL/DPK saat ini, ada sekitar 10% yang tidak berpengaruh terhadap kemampuan perbankan menyalurkan kredit. Karena itu, Perry memprediksi kemampuan perbankan menyalurkan kredit serta membeli surat utang pemerintah masih besar meski GWM naik.
"Dengan kenaikan GWM, AL/DPK kami perkirakan turun dari 35,12% menjadi sekitar 30%. Berarti masih jauh lebih tinggi dari tingkat tertinggi sebelum pandemi 23%," kata Perry.
Selain itu, Perry mengatakan bahwa dampaknya kenaikan GWM tidak akan signifikan karena diberlakukan secara bertahap. Khusus untuk Bank Umum Konvensional (BUK), kenaikan GWM juga akan berangsur dikurangi dari 150 bps menjadi hanya 50 bps di kuartal ketiga.
BI juga memberikan sejumlah insentif bagi bank yang memenuhi ketentuan tertentu. Bagi bank yang menyalurkan kredit kepada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif sesuai target RPIM, maka akan diberikan pengurangan kewajiban GWM harian sampai 1%. Ini berlaku 1 Maret 2022.
Adapun BI memulai mengurangi likuiditas perbankan dengan menaikkan giro wajib minimum (GWM) perbankan secara bertahap. Hal ini seiring dengan longgarnya likuiditas perbankan yang tercermin dari posisi aset likuid terhadap DPK sebesar 35%. Adapun pengaturan GWM bank umum konvensional yang saat ini ditetapkan sebesar 3,5% akan berlaku, sebagai berikut:
- Kenaikan 150 bps menjadi 5% dengan pemenuhan harian 1% dan rata-rata 4% berlaku 1 Maret 2022.
- Kenaikan 100 bps menjadi 6% dengan pemenuhan harian 1% dan rata-rata 5% berlaku mulai 1 Juni 2022.
- Kenaikan 50 bps menjadi 6,5% dengan pemenuhan harian 1% dan rata-rata 5,5% berlaku mulai 1 September 2022.
BI juga akan menaikkan GWM untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah yang saat ini ditetapkan sebesar 3,5%, sebagai berikut:
- Kenaikan 50 bps menjadi 4 % dengan pemenuhan harian 1% dan rata-rata 3% berlaku 1 Maret 2022.
- Kenaikan 50 bps menjadi 4,5% dengan pemenuhan harian 1% dan rata-rata 3,5% berlaku mulai 1 Juni 2022.
- Kenaikan 50 bps menjadi 5% dengan pemenuhan harian 1% dan rata-rata 4% berlaku mulai 1 September 2022.
Selain itu, BI akan memberikan insentif jasa giro kepada bank umum konvensional, bank umum syariah, dan unit usaha syariah sebesar 1,5% yang memenuhi kewajiban GWM dalam rupiah secara rata-rata.