Wanem BUMN Beberkan Kebiasaan Orang RI yang Dongkrak Simpanan Bank
Simpanan masyarakat terus membumbung dalam beberapa tahun terakhir, sekalipun perbankan memasuki era suku bunga rendah. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, perkembangan ini tak lepas dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih senang menempatkan asetnya di tabungan.
Menurut Kartika, sebagian besar orang Indonesia masih memiliki manajemen risiko yang rendah dalam pengelolaan keuangannya dan menerapkan motif berjaga-jaga atau precautionary motive. "Ini artinya masyarakat masih suka menyimpan uang tunai. Siapa yang paling diuntungkan? Perbankan," ujar Kartika dalam Indonesia Financial Group International, Senin (30/5).
Kartika mengatakan, masyarakat Indonesia saat ini memiliki lebih banyak uang, banyak yang tidak menginvestasikan dananya dan hanya menaruh di perbankan dengan bunga yang rendah. "Orang Indonesia ini lebih senang menaruh dananya di tabungan, jadi mereka bisa melihat dan tarik dananya kapan saja," katanya
Maka dari itu, menurut dia, dalam model pengelolaan risiko keuangan masyarakat Indonesia, motif berjaga-jaga atau precautionary motive masih menjadi yang utama. Banyak orang Indonesia tidak terlalu memikirkan risiko yang tidak diperkirakan seperti kecelakaan, sakit, kematian salah satu anggota keluarga atau bahkan kepala keluarga, hingga kehilangan harta benda akibat bencana
"Banyak yang juga belum berpikir soal kebutuhan pensiun mereka. Untuk itu kita harus meningkatkan literasi keuangan masyarakat tidak terbatas hanya pada bagaimana menyimpan uang tetapi juga memitigasi risiko kehidupan," katanya.
Ia menekankan, ini merupakan tantangan yang berat mengingat literasi keuangan di Indonesia baru memasuki fase awal. Indonesia juga memiliki wilayah yang luas yang juga menjadi tantangan berat. "Saya bekerja sebagai komisaris utama BRI dan sangat sulit membuat orang-orang di daerah menempatkan dananya di bank," ujarnya.
Di wilayah pedesaan, menurut Kartika, masih banyak masyarakat yang bahkan belum terakses bank dan menyimpan asetnya lembaga keuangan nonbank lain. Banyak juga yang masih menyimpan aset dalam bentuk emas maupun barang lainnya. "Ini yang menjelaskan mengapa bisnis gadai masih sangat berkembang karena masyarakat masih membutuhkannya untuk mencairkan aset saat membutuhkan modal kerja," ujarnya.
Literasi keuangan, menurut Kartika, seharusnya dimulai dari usia muda. Ia berharap ini masuk dalam kurikulum pendidikan sehingga masyarakat dapat teredukasi sejak dini sehingga dapat merencanakan dan memahami risiko keuangan.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat total simpanan perbankan hingga Maret 2022 naik 1,3% dibandingkan bulan sebelumnya mencapai Rp 7.544 triliun. Lebih dari separuh simpanan di bank atau Rp 3.905 triliun memiliki nilai jumbo di atas Rp 5 miliar.
Kenaikan nominal simpanan terbesar terdapat pada tiering simpanan di atas Rp 5 miliar sebesar 2,3% secara bulanan, sedangkan penurunan nominal simpanan terdalam terdapat pada tiering di atas Rp 100 juta sampai Rp 200 juta sebesar 0,31%