Waspada Modus Penipuan Bank Masih Marak, Ini Tips Menghindarinya

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Pengunjung mencoba produk perbankan digital yang ada di BCA Expoversary 2020 di Indonesia Convention Exebation, Tangerang, Banten.
13/6/2022, 19.18 WIB

Beberapa waktu belakangan, tengah marak penipuan nasabah perbankan melalui telepon dan media sosial. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengungkapkan bahwa, sebagian besar kejahatan siber berupa penipuan tersebut berasal dari social engineering atau rekayasa sosial.

Executive Vice President Center of Digital BCA Wani Sabu mengatakan, rekayasa sosial mempengaruhi dengan membuat nasabah merasa panik atau senang, sehingga dengan mudah memberikan data pribadi kepada sembarang orang, dan mengakibatkan pembobolan rekening.

Misalnya, penipuan melalui telepon, biasa dilakukan dengan panggilan yang mengatasnamakan kenalan atau kerabat nasabah. Pihak penelepon biasanya menyampaikan sesuatu yang sangat mendesak sehingga korban merasa panik dan dengan mudah membeberkan data pribadinya.

Kemudian, dengan modus panggilan palsu atau fake caller. Panggilan palsu biasanya mengatasnamakan pihak bank, lalu penipu menginformasikan bahwa akun nasabah telah diretas.

"Karena panik uangnya akan hilang, maka nasabah biasanya otomatis memberikan semua data pribadinya. Jadi hati-hati dengan penelepon palsu, uang kita bisa berpindah," kata Wani dalam konferensi pers, Senin (13/6).

Sementara itu, VP Transaction Banking Business Development BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya mengungkapkan bahwa, perseroan telah melakukan upaya antisipasi untuk mengurangi jumlah korban penipuan yang mengatasnamakan bank BCA.

Ketut menjelaskan, perseroan membuat konten edukasi kepada nasabah yang didistribusikan melalui kanal-kanal resmi seperti e-mail, WhatsApp, website, dan akun media sosial resmi BCA yang bercentang biru. Ia mengatakan, pihak bank membuat konten sesuai dengan segmentasi nasabah.

"Kita melihat bahwa segmen yang sudah berumur membutuhkan konten yang lebih slow dan jelas, yang berbeda dengan konten yang ditujukan untuk milenial. Inilah tantangan kita, tidak hanya membuat konten, tapi membuat itu lebih efektif," kata Ketut.

Ia menambahkan, topik mengenai akun palsu terkait Bank BCA di media sosial khususnya twitter meningkat dan menimbulkan kekhawatiran perseroan. Untuk itu, dalam mengedukasi masyarakat Bank BCA menggunakan chat bot untuk menjawab pertanyaan nasabah.

Di samping itu, perseroan juga berupaya memberikan edukasi melalui tayangan televisi, serta memberikan edukasi bersama regulator dan pihak bank lainnya. "Kami juga berterima kasih kepada pasa nasabah yang sudah aware dan rajin membaca berita penanggulangan fraud. Kami juga mengimbau untuk mensosialisasikan soal penipuan ini kepada lingkungan terdekat kita," kata dia.

Perseroan juga menganggarkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk meningkatkan keamanan sistem siber. Hal itu dikarenakan sistem keamanan digital bank saat ini menjadi salah satu prioritas perseroan.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa saat ini total transaksi tanpa kartu atau cardless meningkat. Hal itu seiring dengan perubahan perilaku masyarakat yang lebih menyukai sesuatu yang praktis. Ia menilai, masyarakat saat ini lebih memilih untuk bepergian hanya dengan membawa telepon genggam tanpa membawa dompet.

Ketut juga menyebut bahwa transaksi tanpa kartu saat ini merupakan transaksi paling aman untuk mengantisipasi risiko skimming. Pasalnya, nasabah bertransaksi tanpa menggunakan kartu, sehingga risiko fraud atau skimming bisa dihilangkan.

Selain itu, transaksi cardless juga menggunakan pin yang diinformasikan hanya melalui aplikasi BCA Mobile dan tidak menggunakan sms, serta ada periode validasi sekitar satu jam. "Jadi untuk saat ini, transaksi cardless adalah transaksi yang lebih aman daripada transaksi dengan menggunakan kartu," ujarnya.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi