Ini Strategi OJK Genjot Pangsa Pasar Bank Syariah RI

Donang Wahyu|KATADATA
Gedung OJK
24/8/2022, 16.05 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini bisnis perbankan berbasis syariah di Tanah Air sudah sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) mengenai keuangan berkelanjutan.

Dalam penyusunan roadmap sampai sampai 2025, OJK selaku regulator tidak hanya fokus kepada supply side, namun bagaimana untuk menguatkan industri perbankan syariahnya.  

“Jadi sebelum sebelumnya kan kita memang fokus di supply side dari sisi perbankan syariahnya kita perkuat,” kata Analis Eksekutif Deputi Direktur Pengembangan Syariah OJK, Helmi Harris,  dalam webinar Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Rabu (24/8). 

Helmi memaparkan bahwa ada pilar besar terkait dengan roadmap di periode 2020 sampai dengan tahun 2025. Pertama, sisi supply side untuk meningkatkan keunikan produk perbankan syariah. Termasuk menerapkan prinsip prinsip atau nilai-nilai syariah. Selanjutnya, sinergi antara ekosistem keuangan syariah antara pemerintah dan lembaga. 

“Sehingga kalau kita fokus demand side, kita create demand side ini kita harapkan bahwa nantinya ini akan mem-boosting pertumbuhan perbankan syariah secara keseluruhan. Yang kita harapkan market share-nya akan meningkat,” jelasnya.

Sebagai gambaran, pada Februari 2022 pangsa pasar bank syariah di Indonesia masih kurang dari 10%, tepatnya di angka 6,65% dengan total aset senilai Rp 681,95 triliun. 

Tentang pengaturan keuangan khusus, Helmi mengatakan bahwa bank syariah masih mengikuti aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun 2017 tentang keuangan berkelanjutan. Aturan ini merupakan aturan untuk seluruh bank maupun non bank, serta untuk emiten. Juga baik untuk bank konvensional maupun syariah. 

Di samping itu, Helmi juga mengatakan keunggulan perbankan syariah dibandingkan konvensional dalam hal keselarasan ekonomi sosial dan lingkungan hidup. Bank berbasis syariah selalu melihat aspek sosial dan lingkungan hidup selain aspek ekonomi. 

“Dari proses produksinya, dalam proses usahanya, apakah ada lingkungan hidup yang dirusak, bahkan juga lembaga-lembaga yang melakukan rating terhadap upaya-upaya debitur itu juga kita lihat,” katanya.

Dia menuturkan, untuk mencapai kolektibilitas atau kualitas, harus memiliki upaya yang baik. Tetapi harus baik dan juga harus memenuhi standar minimum untuk lingkungan hidup. Lalu, ingin meningkatkan kesadaran dari penduduk Indonesia untuk melihat kondisi ekosistem dan lingkungan lainnya. 

Selain menjawab tantangan perbankan berbasis syariah, Helmi juga mengatakan adanya tantangan tentang kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kurang optimal. Dalam perkembangan bank syariah, menurutnya dibutuhkan standar kompetensi untuk sumber daya manusia agar dapat mengembangkan perbankan syariah, khususnya dalam pembiayaan berkelanjutan.   

 

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail