Rupiah Babak Belur Tahun Ini, Bagaimana Prospeknya pada 2023?

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Petugas bank menghitung uang pecahan rupiah di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (22/11/2022). Bank Indonesia akan mengendalikan nilai tukar rupiah agar lebih menguat ke level Rp15.070 per dolar AS pada tahun 2023, sehingga implikasi pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih rendah yakni 4,37 persen (yoy) dibanding prognosa BI pada tahun 2022 yang sebesar 5,12 persen.
30/12/2022, 21.45 WIB

Rupiah menghadapi tantangan ekstra sepanjang tahun ini di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global seiring perang di Ukraina hingga siklus pengetatan moneter. Namun demikian, Bank Indonesia melihat ada peluang rupiah menguat tahun depan seiring volatilitas pasar berkurang.

Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp 15.573 per dolar AS di perdagangan hari terakhir 2022. Rupiah melemah 9,2% sepanjang tahun ini, namun sempat menguat pada sisa dua hari terakhir perdagangan 2022.

Pergerakan rupiah sepanjang tahun ini diwarnai hari-hari sulit. Nilai tukar sempat ditutup di level tertingginya pada 4 November di Rp 15.738 per dolar AS. Namun setelah itu sempat bergerak berfluktuasi, bahkan sempat menguat kembali ke level Rp 15.400 pada awal bulan ini setelah bank sentral AS, The Fed mulai mempertimbangkan memperlambat kenaikan suku bunga acuannya.

Biang Kerok Fluktuasi Rupiah

Analis Senior Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan tekanan eksternal menjadi biang kerok di balik fluktuasi nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini. Gangguan rantai pasok global akibat perang Rusia dan Ukraina menyebabkan kenaikan inflasi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat. 

Inflasi di negeri paman sam sempat menyentuh rekor tertinggi selama lebih dari empat dekade. Walhasil, kenaikan harga-harga ini direspon oleh bank sentralnya, The Fed lewat serangkaian pengetatan moneter.

Pengetatan monter dimulai dengan tapering off dengan mengakhiri quantitative easing, yang kemudian dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga mulai Maret lalu. Suku bunga acuan The Fed sudah naik 425 bps sepanjang tahun ini menjadi 4,25%-4,5%.

"Imbas dari kebijakan The Fed yang tetap hawkish, rupiah sempat tertekan ke level terlemahnya di posisi Rp 15,800 per dolar AS. Indeks dolar AS yang mengindikasikan penguatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya juga melaju ke level di atas 115, sebagai level tertingginya selama 20 tahun terakhir," kata Reny dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/12).

Rupiah Berpotensi Menguat pada 2023

Setelah melalui tekanan berat sepanjang tahun ini, rupiah diharap mulai kembali menguat pada tahun depan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga The Fed yang menjadi faktor pelemahan rupiah akan mulai mengakhiri tren kenaikannya pada tahun depan.

Ia melihat suku bunga The Fed hanya akan naik sampai kuartal pertama tahun depan. Karena itu ia melihat ketidakpastian pada tahun depan akan mulai menurun.

"Kalau ketidakpastian ini turun, rupiah akan cenderung ke arah fundamentalnya," kata Perry dalam acara Outlook Ekonomi Indonesia 2023, Rabu (21/12).

Ia mengatakan, faktor fundamental ekonomi domestik akan lebih dominan menggerakkan nilai tukar tahun depan. Sementara itu, Perry juga yakin bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup baik, pertumbuhan ekonomi masih cukup kuat di titik tengah 4,5%-5,3%.

Sementara itu, Reny mengatakan bahwa kombinasi faktor eksternal dan internal sama-sama akan mempengaruhi pergerakan rupiah tahun depan. Berbagai risiko yang masih membayangi antara lain berlanjutnya tensi geopolitik, risiko perlambatan ekonomi dunia, peningkatan inflasi dan suku bunga serta aliran keluar modal asing.

"Pada tahun 2023, tim riset ekonomi Bank Mandiri memprediksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berada di nilai rata-rata Rp 15.220 per per dolar AS dan sebesar Rp 15.285 per dolar AS untuk posisi akhir tahun," ujarnya.

Analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, melihat tekanan dolar AS terhadap rupiah masih terbuka pada tahun depan. Ia memperkirakan rupiah berpotensi melemah hingga level terendahnya ke Rp 16.000, dan sebaliknya potensi titik support tahun depan di sekitar Rp 14.800 per dolar AS.

Sentimen negatif yang masih akan menekan rupiah yakni kebijakan suku bunga tinggi The Fed yang diperkirakan masih akan ditahan sepanjang tahun depan. Selain itu, kekhawatiran pasar terhadap resesi ekonomi dunia juga membebani rupiah.

"Di sisi lain, kondisi ekonomi Indonesia yang positif diharapkan bisa menahan pelemahan rupiah," kata Ariston, Jumat (30/12).

Reporter: Abdul Azis Said