Presiden Joko Widodo tengah mendorong industri hilirisasi di dalam negeri melalui sejumlah kebijakan, mulai dari larangan ekspor bahan baku hingga pemberian insentif. Meski demikian, Direktur Utama BCA mengungkapkan sejumlah dilema yang dihadapi dalam pembangunan industri hilirisasi.
Jahja menjelaskan, dilema pertama yang dihadapi pembangunan industri hilirisasi adalah terkait kebutuhan pembiayaan pembangkit listrik untuk menopang smelter. Menurut Jahja, biaya pembangunan proyek smelter terutama untuk membuat produk akhir mencapai di atas Rp 5 triliun bahkan dapat mencapai hingga belasan triliun rupiah.
Namun, menurut Jahja, proyek-proyek tersebut banyakdibangun di daerah-daerah yang pasokan listriknya belum dapat dicukupi oleh PLN sehingga perlu membangun pembangkit listrik dari batu bara.
"Bank Asing mau memberikan pembiayaan murah, tapi hanya smelternya saja, tidak mau pembangkit batu baranya. Ini dilempar ke perbankan lokal. Nah, ini buat kami dilematis karena ada proses ESG (Environmental Social Governance)," ujar Jahja saat tanya jawab dalam diskusi di tengah Peluncuran Laporan Akuntabilitas BI, Senin (30/1).
Dilema kedua, menurut Jahja adalah kebutuhan dolar AS yang besar untuk membiayai proyek. "Karena ekspor itu dalam dolar, mereka butuh pinjaman dalam dolar meskipun ada yang mau rupiah," katanya.
Sementara dilema ketiga, menurut Jahja, adalah pengembalian investasi yang membutuhkan jangka waktu lama sehingga membutuhkan kepastian off tacker. Ia mengatakan, perbankan masih bertanya-tanya jika investor hilirisasi sepenuhnya merupakan perusahaan lokal. Ini karena industri hilirisasi membutuhkan off tacker untuk meminimalisi dampak gejolak harga di tengah proses pengembalian investasi yang membutuhkan waktu panjang.
"Kalau tidak ada off tacker, ada risiko kalau terjadi gejolak harga. Kalau harga naik oke, kalau turun problem. Sehingga banyak yang mencari joint venture dengan Cina karena ada off tacker di sana," kata dia.
Menurut Jahja, dilema-dilema tersebut perlu dilihat kembali oleh pemerintah. Jahja menilai program hilirisasi yang tengah didorong pemerintah sangat bermanfaat bagi ekonomi Indonesia karena dapat menjadi sumber pemasukan devisa di dalam negeri.
Menjawab pertanyaan Jahja, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menilai salah satu masalah hilirisasi adalah pendanaan. Doddy tak dapat memberikan jawaban pasti dari pertanyaan Jahja, tetapi berjanji bersama dengan pemerintah akan merumuskan kebijakan untuk mengatasi dilema pendanaan pembangkit untuk proyek smelter tersebut.
Selain itu, Doddy juga menilai pentng bagi pemerintah melakukan reproritasi dari program hilirisasi. "Kami bersama dengan tiga kementerian, kami akan lakukan kajian yang lebih lengkap terkait hilirisasi," ujarnya.