Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan dampak penutupan sejumlah perbankan di Amerika Serikat dan Eropa relatif terbatas terhadap industri perbankan Tanah Air. Sebab, Indonesia tidak terdapat eksposur langsung terhadap bank-bank yang ditutup di negara tersebut dan kondisi stabilitas keuangan domestik masih terjaga.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pada Maret 2023, laju pengetatan kebijakan moneter yang cepat mulai menekan stabilitas sistem keuangan global dengan bergejolaknya sistem perbankan global akibat penutupan beberapa bank di Amerika Serikat dan Eropa.
"Otoritas negara-negara itu telah bertindak cepat untuk mengatasi permasalahan tersebut dan mencegah merambatnya penularan risiko," katanya dalam konferensi pers, Senin (4/3).
Senada, Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara juga menuturkan, masalah kolapsnya perbankan di AS dan Eropa tidak memberikan dampak yang besar secara langsung ataupun eksposur ke perbankan Tanah Air.
"Selain itu karena respons cepat dari otoritas di berbagai negara yang mampu meredam risiko contagion [efek rambatan]," kata Mirza Adityaswara.
Agar perbankan tetap berdaya tahan dan mampu mengantisipasi downside risks dari dinamika global, Mirza menyampaikan OJK meminta perbankan untuk, pertama memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehatihatian. Kedua, melakukan stress testing secara berkala dengan berbagai skenario.
Ketiga, melakukan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan. Dalam hal ini, OJK juga memonitor erat komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan agar tetap terdiversifikasi dengan baik.
Keempat menjaga rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi. Lalu yang kelima, menghindari praktek-praktek excessive risk-taking behaviour yang spekulatif.
OJK senantiasa melakukan langkah antisipatif terhadap berbagai dinamika yang dapat berimplikasi terhadap perbankan Indonesia serta memperkuat koordinasi antar otoritas dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Adapun, kredit perbankan pada Februari 2023 tumbuh 10,64% secara tahunan atau (year on year/yoy) menjadi Rp 6.375,3 triliun. Penguatan kredit tersebut utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 13,01% yoy.
Secara bulanan, nominal kredit perbankan Februari 2023 meningkat 1,02% atau naik sebesar Rp 64,44 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Februari 2023 tercatat tumbuh sebesar 8,18% yoy menjadi Rp 7.989 triliun, dengan giro dan deposito sebagai pendorong utamanya.
Selain itu, DPK Januari 2023 tumbuh 0,44% atau naik Rp34,89 triliun. Komposisi
DPK didominasi oleh CASA (current account and saving account) atau dana murah yang relatif stabil dan tidak terlalu terpengaruh terhadap pergerakan suku bunga.
Lalu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio masing-masing sebesar 244,20% dan 140,42%, jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 100%.
Sementara itu, kredit restrukturisasi Covid-19 mencatatkan penurunan menjadi Rp 427,7 triliun
dengan jumlah debitur yang terus menurun menjadi 1,93 juta nasabah. Sementara untuk risiko pasar, Posisi Devisa Neto (PDN) tercatat sebesar 1,47%, jauh di bawah threshold 20%.