Pandangan terhadap pasar obligasi membaik seiring dengan berakhirnya siklus kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan potensi kebijakan Fed Funds Rate yang lebih akomodatif.
“Kedua katalis ini dapat mendorong penguatan pasar obligasi lebih lanjut. Secara historis, pasar obligasi Indonesia menawarkan potensi kinerja yang menarik menyusul jeda kenaikan suku bunga,” ujar Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Dimas Ardhinugraha dalam keterangan resmi dikutip Minggu (4/6).
Dampak pengetatan moneter secara agresif di 2022 baru tercermin pada ekonomi riil di 2023. Volatilitas pasar di kuartal pertama 2023 memperkuat pandangan strategis bahwa fluktuasi pasar masih akan tinggi di sepanjang semester pertama 2023.
Sentimen pasar diperkirakan dapat membaik di semester kedua 2023 seiring dengan kondisi pelemahan ekonomi telah dicerna oleh pasar dan perhatian beralih menuju potensi kondisi moneter yang lebih akomodatif.
Kawasan Asia menurutnya layak untuk dicermati. Daya tarik Asia didukung oleh pelemahan USD seiring siklus suku bunga The Fed sudah mendekati puncaknya. Selain itu, ekspektasi pelemahan ekonomi di kawasan negara maju menjadikan kawasan Asia relatif lebih menarik.
International Monetary Fund telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan PDB Asia di 2023 menjadi 4,6%, dengan salah satu faktor pendorongnya yaitu pemulihan ekonomi Cina yang lebih baik dari ekspektasi.
Dimas mengatakan, optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik masih tetap terjaga. Arus dana asing sebesar Rp 76 triliun masih terus mengalir ke pasar modal Indonesia dalam empat bulan pertama tahun ini. Di mana sekitar 76% atau Rp 58 triliun dari aliran dana tersebut masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia.
“Sentimen diharapkan semakin positif memasuki paruh kedua tahun 2023, didorong oleh inflasi domestik yang terkendali dan kondisi makro ekonomi domestik yang stabil,” ujar Dimas.
Ia menambahkan, pasar obligasi memiliki hubungan erat dengan outlook makro ekonomi negara seperti inflasi, kebijakan suku bunga, stabilitas nilai tukar, dan arus dana asing.
“Menariknya pasar obligasi Indonesia saat ini berada pada sweet spot di mana faktor-faktor tersebut pada kondisi yang suportif. Inflasi domestik terus melandai, suku bunga sudah di level stabil, nilai tukar rupiah yang kuat, dan terdapat arus dana asing yang masuk ke pasar obligasi,” ujarnya.
Potensi katalis selanjutnya bagi pasar obligasi adalah ekspektasi pemangkasan suku bunga dari BI. Langkah logis selanjutnya bagi bank sentral setelah mencapai puncak siklus
kenaikan suku bunga adalah untuk melakukan pemangkasan suku bunga. Dengan kondisi inflasi terjaga dan nilai tukar rupiah yang stabil, maka terdapat ruang bagi BI untuk dapat melakukan pemangkasan suku bunga yang dapat menjadi katalis tambahan bagi pasar obligasi.
“Investor yang ingin memanfaatkan peluang dari pasar obligasi dapat memanfaatkan reksa dana pendapatan tetap berdenominasi rupiah ataupun dolar AS,” ucap Dimas.