Asbisindo Dukung OJK Akhiri Restrukturisasi Kredit Covid-19

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendukung langkah strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengakhiri stimulus berupa restrukturisasi kredit perbankan untuk penanganan dampak negatif pandemi Covid-19.
Penulis: Hari Widowati
1/4/2024, 17.35 WIB

Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendukung langkah strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengakhiri stimulus berupa restrukturisasi kredit perbankan untuk penanganan dampak negatif pandemi Covid-19. Asbisindo optimistis kebijakan ini tidak akan berdampak ke industri karena kondisi perbankan pasca-pandemi memiliki resiliensi tinggi.

Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi mengatakan, kondisi perbankan khususnya perbankan syariah memiliki resiliensi yang tinggi pasca-pandemi. Meskipun, kondisi perekonomian Indonesia masih dibayangi ketidakpastian perekonomian global.

“Hal ini tak terlepas dari strategi dan respons pemerintah yang tepat dalam menghadapi krisis akibat pandemi maupun ketidakpastian ekonomi global," ujar Hery dalam siaran pers, Senin (1/4).

Strategi dan respons cepat ini membantu meringankan nasabah perbankan yang terdampak pandemi. Di sisi lain, tingkat permodalan industri perbankan nasional khususnya perbankan syariah cukup kuat. Likuiditasnya pun sangat memadai. Faktor-faktor tersebut diperkuat pula oleh manajemen perbankan syariah yang mampu menerapkan pengelolaan risiko yang baik.

Selain itu, Asbisindo mendukung OJK mengakhiri restrukturisasi karena saat ini pemulihan ekonomi semakin meningkat. Laju inflasi semakin terkendali dan investasi di dalam negeri terus bertumbuh.

Faktor-faktor tersebut menjadi bukti kondisi perekonomian pasca-pandemi semakin pulih. "Hal ini sejalan dengan status pandemi Covid-19 di Indonesia yang dinyatakan berakhir oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres No. 17 Tahun 2023 yang terbit pada Juni tahun lalu. Kebijakan pemerintah tersebut kembali memutar roda perekonomian masyarakat menjadi lebih cepat,” kata Hery.

Hery mengungkapkan indikator industri perbankan Indonesia tahun ini dalam kondisi prima. Berdasarkan statistik OJK, pada Januari 2024 rasio kecukupan modal (CAR) industri perbankan berada di level 27,54%. Kondisi likuiditas dilihat dari Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 231,14%. Sementara itu, Non-Core Deposit (NCD) mencapai 123,42% dengan tingkat rentabilitas yang memadai.

“Rasio-rasio tersebut mencerminkan perbankan di Tanah Air, utamanya perbankan syariah diperkuat dengan mitigasi risiko yang solid,” ujar Hery, yang juga Direktur Utama di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Berdasarkan laporan Statistik Perbankan Syariah yang dirilis oleh OJK, jumlah aset perbankan syariah terus meningkat. Pada akhir 2023, aset bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) mencapai Rp868,98 triliun, tumbuh 11,1% secara tahunan (year on year). Pertumbuhan aset tersebut didorong oleh peningkatan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK).

“Data-data tersebut menunjukkan bahwa industri perbankan syariah cukup resilien dan terus bertumbuh. Untuk itu, kami optimis pasar siap menghadapi berakhirnya restrukturisasi, yang efektif berlaku 31 Maret 2024," kata Hery.