Jaringan Bitcoin (BTC) telah menyelesaikan "halving" yang keempat, pada Jumat (19/4) malam. Para analis memperkirakan harga Bitcoin tidak akan naik signifikan pasca-halving.
Halving adalah peristiwa yang terjadi empat tahun sekali di mana imbalan yang diberikan kepada penambang (miner) untuk setiap penambahan blok ke jaringan dipangkas setengahnya. Saat ini nilai imbalan tersebut menjadi 3,125 Bitcoin dari 6,25 Bitcoin.
Menurut Coin Metrics, harga Bitcoin telah bergejolak menjelang peristiwa halving dan turun sekitar 4% pada pekan lalu ke kisaran US$64.100 (Rp 1,04 miliar dengan asumsi kurs Rp 16.200/US$).
CNBC melaporkan, secara mekanis, halving seharusnya tidak memengaruhi harga Bitcoin dalam jangka pendek. Namun, banyak investor mengharapkan keuntungan besar dalam beberapa bulan ke depan, berdasarkan kinerja mata uang kripto setelah halving sebelumnya.
Setelah halving tahun 2012, 2016, dan 2020, harga bitcoin masing-masing naik sekitar 93x, 30x, dan 8x, dari harga hari halving ke puncak siklusnya. Akan tetapi, peristiwa ini merupakan ujian besar bagi perusahaan-perusahaan penambang Bitcoin.
"Dengan asumsi yang sama, pengurangan separuh pendapatan industri akan memicu gelombang konsolidasi dan penutupan bisnis, merasionalisasi hashrate jaringan dan belanja modal industri, yang pada akhirnya baik untuk operator yang tersisa," kata Reginald Smith, Analis JPMorgan, dalam sebuah catatan baru-baru ini untuk para investor, seperti dikutip CNBC.
Hashrate adalah ukuran kekuatan komputasi yang digunakan untuk memproses transaksi di jaringan Bitcoin. Semakin besar hashrate penambang, semakin besar peluang pendapatan yang dimilikinya.
Saham-saham penambang Bitcoin bergejolak pada hari-hari menjelang halving. Banyak yang turun hingga dua digit untuk tahun ini, setelah naik antara sekitar 300% dan 600% pada tahun 2023. Harga saham Riot Platforms, misalnya, turun sekitar 41% pada tahun 2024 hingga penutupan hari Jumat (19/4). Sepanjang tahun lalu, harga saham Riot Platforms sudah melonjak 356%.
Dampak Halving Sudah Diperhitungkan Para Pelaku Pasar
"Pasar sejauh ini telah melihat saham-saham penambang Bitcoin hanya sebagai proksi BTC, tanpa adanya ETF Bitcoin," kata Gautam Chhugani, Analis Bernstein. Halving akan membedakan penambang Bitcoin berbiaya rendah dan berskala besar dengan penambang lain yang lebih kecil yang mungkin dirugikan setelah peristiwa tersebut.
Namun, para spekulan masih dapat melakukan trading pada peristiwa tersebut. Analis JPMorgan lainnya, Nikolaos Panigirtzoglou, mengatakan ia memperkirakan harga Bitcoin dalam jangka pendek akan turun setelah halving. Ia mengutip kondisi jenuh beli (overbought) dan harga Bitcoin yang masih di atas perbandingan mata uang kripto dengan emas jika disesuaikan dengan volatilitas. Dia juga menunjuk pada pendanaan modal ventura yang lemah untuk proyek-proyek kripto.
Analis di Deutsche Bank memiliki pandangan yang sama. "Halving Bitcoin sudah diperhitungkan sebagian oleh pasar dan kami tidak memperkirakan harga akan naik secara signifikan setelah peristiwa tersebut," kata Marion Laboure, Analis Deutsche Bank, pada Kamis (18/4).
Dalam jangka panjang, Laboure memperkirakan harga Bitcoin akan tetap tinggi. Hal ini didukung oleh ekspektasi pasar terhadap persetujuan ETF Ethereum spot, penurunan suku bunga bank sentral di masa depan, dan perkembangan peraturan mengenai aset kripto.
Bitcoin saat ini diperdagangkan di bawah US$64.000 (Rp 1,04 miliar). Harga mata uang kripto terpopuler itu sudah turun sekitar 13% dari level tertinggi sepanjang masa pada 14 Maret di US$73.797,68 (Rp 1,19 miliar).