Konflik Iran-Israel, Bitcoin Berpeluang Jadi Safe Haven?

wikimedia.org
Harga Bitcoin goyah karena puluhan rudal Iran jatuh di Israel, Selasa (1/10).
Penulis: Hari Widowati
2/10/2024, 09.53 WIB

Harga Bitcoin goyah karena puluhan rudal Iran jatuh di Israel, Selasa (1/10). Meski Bitcoin telah menjadi aset penyimpan nilai yang mampu menjadi lindung nilai terhadap inflasi, koin ini dinilai belum konsisten menjadi aset safe haven di tengah konflik geopolitik.

Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan Israel mengenai potensi serangan rudal balistik Iran. Kemudian, Misi Iran untuk PBB mengatakan di Twitter (alias X) bahwa respons Teheran (terhadap serangan Israel ke Lebanon) telah dilakukan sebagaimana mestinya.

Harga Bitcoin turun 3,2% menjadi US$61.300 (Rp 934,09 juta) di tengah gejolak tersebut. Ini merupakan harga terendah Bitcoin dalam dua pekan terakhir. Penurunan ini mencerminkan awal yang kurang bersemangat untuk apa yang disebut Uptober, periode kekuatan musiman secara historis untuk “aset berisiko” seperti saham dan kripto.

"Meskipun Bitcoin telah mendapatkan daya tarik di kalangan investor sebagai aset penyimpan nilai terhadap inflasi, koin ini belum secara konsisten berkinerja baik sebagai safe haven atau aset pelarian ke aset berkualitas selama masa konflik geopolitik," ujar Direktur Pelaksana Riset Grayscale Investment Zach Pandl kepada Decrypt, Selasa (2/10).

Pandl menyebut investor yang khawatir dengan risiko geopolitik yang tinggi, saat ini masih mencari instrumen tradisional seperti emas dan obligasi pemerintah AS.

Meskipun harga Bitcoin turun, korelasi Bitcoin dengan aset berisiko dapat bergeser seiring dengan adopsi Bitcoin oleh berbagai negara di tahun-tahun mendatang.

“Dalam jangka panjang, ketika Bitcoin dipegang secara luas di seluruh dunia dan menjadi aset cadangan bagi bank sentral dan pemerintah, Bitcoin juga dapat menjadi aset pelarian yang umum,” ujar Pandl.

Meskipun ledakan konflik geopolitik sebelumnya telah merusak harga Bitcoin, manajer aset seperti BlackRock baru-baru ini menyoroti kemampuan Bitcoin untuk berfungsi sebagai lindung nilai. Bulan ini, BlackRock mengatakan Bitcoin dapat melakukan diversifikasi terhadap ketegangan geopolitik, kekhawatiran akan kondisi utang dan defisit AS, dan meningkatnya ketidakstabilan politik.

Secara Historis, Kinerja Bitcoin Relatif Baik

Presiden Joe Biden mengatakan perang habis-habisan di Timur Tengah harus dihindari setelah serangan udara Israel menghantam Lebanon, menewaskan puluhan orang, demikian menurut Associated Press. Serangan-serangan tersebut menyusul pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pekan lalu. Serangan Israel ini menjadi pukulan besar bagi kelompok militan dan partai politik yang didukung Iran di Lebanon.

André Dragosch, Kepala Riset Eropa Bitwise, mengatakan eskalasi antara Israel dan Iran menyebabkan penjualan Bitcoin berfluktuasi dengan tajam. Namun, ia menilai Bitcoin secara historis memiliki kinerja yang relatif baik setelah peristiwa risiko geopolitik utama.

Kegelisahan pasar terhadap meluasnya konflik di Timur Tengah tercermin pada harga minyak mentah WTI yang melonjak 3,6% melewati US$70 (Rp 1, 07 juta) per barel. Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) naik 0,5%, membalikkan pelemahan yang terlihat pada kekuatan dolar sejak pertengahan September. Emas melonjak 1,3% menjadi US$2.670 (Rp 42,06 juta) per ons. Namun, saham-saham turun, bersamaan dengan mata uang kripto terkemuka.

Jika kenaikan harga minyak diterjemahkan ke dalam kenaikan harga konsumen, Pandl mengatakan Federal Reserve tidak mungkin meninggalkan kampanye pelonggarannya. Dia membandingkan guncangan pasokan dengan kemungkinan permintaan yang terus-menerus dari ekonomi Cina yang haus akan minyak pasca stimulus.

“Saya rasa kemungkinan besar The Fed akan melihat kenaikan inflasi sementara. Pertimbangan yang lebih penting adalah ... stimulus besar yang telah kita lihat dari pemerintah Cina dalam beberapa minggu terakhir," kata Pandl.

Harga Bitcoin anjlok di bulan April bersamaan dengan konflik geopolitik di Timur Tengah setelah Israel menyerang Iran dengan rentetan rudal. Penurunan Bitcoin ke level US$60.000 (Rp 914,86 juta) didahului oleh serangan rudal dan pesawat tak berawak di wilayah tersebut sepekan sebelumnya yang juga mengguncang harga Bitcoin.

Pada Februari 2022, invasi Rusia ke Ukraina memiliki dampak instan pada pasar kripto. Harga Bitcoin turun 9% menjadi sekitar US$35.000 (Rp 533,33 juta). Dragosch menilai performa negatif Bitcoin setelah peristiwa risiko geopolitik adalah hal yang biasa terjadi. Pada saat yang sama, rekam jejak Bitcoin menunjukkan mata uang kripto ini memiliki dampak jangka pendek pada harga aset sebelum menunjukkan kinerja yang sangat positif.