Proses penjualan saham pengendali Bank Panin mulai menarik perhatian sejumlah pemain besar di sektor keuangan Asia Tenggara. Dua bank terkemuka, Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) dari Singapura dan CIMB dari Malaysia, kini tengah bersaing untuk menguasai kendali atas Bank Panin.
Reuters mengutip sumber yang memahami situasi tersebut, OCBC dan CIMB telah mengajukan penawaran tidak mengikat untuk saham gabungan yang dimiliki oleh dua pemegang saham utama Panin Bank. Saham ini terdiri dari 39,22% milik Australia and New Zealand Banking Group (ANZ) dan 46,52% yang dipegang oleh keluarga Gunawan, pendiri Panin Bank sejak tahun 1971.
Penjualan saham ini tidak hanya bernilai strategis tetapi juga signifikan secara finansial. Berdasarkan data London Stock Exchange Group (LSEG), nilai gabungan saham tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp 37 triliun, setara dengan US$ 2,4 miliar, dihitung berdasarkan harga penutupan saham Panin Bank pada Senin lalu sebesar Rp 1.900 per lembar.
Minat terhadap saham Panin Bank terlihat dari lonjakan harga sahamnya, yang naik hampir 5,73% pada perdagangan Selasa. Hingga akhir perdagangan selasa kemarin, saham tersebut diperdagangkan di angka Rp 2.030.
Sumber yang memahami situasi ini menyebutkan bahwa penawaran tidak mengikat untuk saham tersebut dijadwalkan jatuh tempo pada bulan ini. Proses penjualan ini sebelumnya telah dilaporkan pada Oktober lalu.
Selain OCBC dan CIMB, bank besar lainnya seperti Malayan Banking Bhd (Maybank) dilaporkan tengah bekerja sama dengan penasihat untuk kemungkinan penawaran. Sementara itu, dua bank asal Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group dan Sumitomo Mitsui Banking Corp, juga menunjukkan minat terhadap saham Panin Bank.
Panin Bank memiliki portofolio yang mencakup pembiayaan konsumen hingga layanan manajemen kekayaan pribadi. Bank ini menjadi daya tarik bagi sejumlah institusi keuangan besar yang ingin memanfaatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang merupakan terbesar di Asia Tenggara.
Tahun ini, saham Panin Bank telah mengalami kenaikan 58,3%, memberikan bank tersebut total nilai pasar sebesar US$ 2,84 miliar, menurut data LSEG.
Dari sisi valuasi, Panin Bank diperdagangkan pada rasio harga terhadap nilai buku sebesar 0,88 kali, sejalan dengan bank lainnya seperti Bank CIMB Niaga (0,88 kali) dan Bank Permata (0,86 kali). Namun, valuasi ini lebih tinggi dibandingkan Bank OCBC NISP (0,78 kali) dan Bank Maybank Indonesia (0,56 kali).
Adapun keputusan ANZ untuk melepas sahamnya di Panin Bank bukanlah hal baru. Bank asal Australia itu telah mencoba keluar dari kepemilikannya sejak 2013. Namun, kendala terkait valuasi menjadi hambatan utama dalam merealisasikan rencana tersebut. ANZ awalnya mengakuisisi 29% saham Panin Bank pada 1999, sebelum akhirnya meningkatkan kepemilikannya hingga 39,22%.
Di bawah kepemimpinan CEO Shayne Elliott, ANZ memfokuskan strategi bisnisnya pada pasar domestik dengan mengurangi eksposur di Asia. Langkah ini sejalan dengan upaya bank tersebut untuk memperkuat operasional dalam negeri dan meningkatkan laba atas ekuitas. Hingga saat ini, ANZ belum memberikan pernyataan resmi terkait penjualan saham Panin Bank.
Panin Bank sendiri memiliki sejarah panjang di dunia perbankan Indonesia. Didirikan pada 1971 oleh Mu’min Ali Gunawan, seorang pengusaha berpengaruh, bank ini resmi melantai di Bursa Efek Jakarta pada 1982. Gunawan, yang kini berusia 85 tahun, tetap menjadi figur penting di balik kepemilikan keluarga yang mendominasi saham Panin Bank. Meski demikian, keluarga Gunawan diperkirakan masih akan mempertahankan sebagian kepemilikan mereka meski proses penjualan berlangsung.
Dari sisi kinerja, Panin Bank mencatat penurunan laba bersih sebesar 8,16% pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Laba tersebut tercatat sebesar Rp 3,01 triliun, yang sebagian besar terdampak oleh berkurangnya pendapatan bunga bersih.