Beda Strategi Produksi Perusahaan Batu Bara di Tengah Penurunan Harga
Sejak pandemi virus corona atau lima bulan terakhir harga batu bara terus mengalami penurunan. Harga batu bara acuan atau HBA yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mulai turun pada April 2020 sebesar 2,05% menjadi US$ 65.77 per ton. HBA terus turun hingga US$ 50,34 per ton pada Agustus 2020.
Penurunan harga batu bara membuat perusahaan tambang batu bara harus meracik strategi guna mencegah agar kinerja tidak jeblok tahun ini. PT Adaro Energy Tbk misalnya, memperkirakan ada penurunan produksi batu bara sekitar 10% tahun ini menjadi di kisaran 54 juta ton. Tahun lalu realisasi produksi perusahaan milik Garibaldi Thohir ini tercatat mencapai 58,03 juta ton.
"Memperhatikan kondisi pasar saat ini, kami mengantisipasi penurunan produksi, utamanya pada jenis batu bara thermal. Adaro akan fokus mempertahankan margin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan," kata Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira kepada Katadata.co.id, Kamis (6/8).
Langkah ini sejalan dengan himbauan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) kepada para produsen untuk memangkas target produksi. Pemangkasan dilakukan untuk menyeimbangkan kondisi di pasar batu bara yang tertekan akibat pelemahan ekonomi global dan menurunnya kebutuhan listrik industri karena pandemi corona.
Nadira mengatakan perusahaan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana kerja. Adaro juga akan terus fokus terhadap upaya peningkatan keunggulan operasional, pengendalian biaya dan efisiensi, serta eksekusi strategi.
"Ini demi kelangsungan bisnis dan mempertahankan kinerja yang solid," ujarnya.
Imbas pandemi corona, Adaro juga memperkirakan adanya penurunan pendapatan sekitar 25% pada periode April 2020, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan laba bersih diperkirakan turun sekitar 25% hingga 50%.
Sementara PT Bukit Asam Tbk menempuh strategi berbeda, yakni tetap mempertahankan produksi batu bara di tengah penurunan HBA dan kondisi pandemi corona. Targetnya, perseroan mampu memproduksi sekitar 30 juta ton batu bara tahun ini.
Meski begitu, target tersebut tumbuh konservatif karena realisasi produksi batu bara 2019 mencapai 29,19 juta tun, tumbuh 20% dibandingkan produksi 2018.
"Kami optimis dapat mencapai kinerja keuangan yang positif di tengah situasi pandemi Covid-19 ini," kata Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie kepada Katadata.co.id.
Sehubungan dengan harga batu bara yang sukar untuk diprediksi dan tidak dapat dikontrol, upaya yang dilakukan Bukit Asam adalah terus melakukan efisiensi dan operational excellence di seluruh rantai bisnis. Upaya ini dilakukan untuk untuk menghasilkan kinerja operasional yang optimal.
Bukit Asam belum menyampaikan laporan keuangan tengah tahunnya, namun karena pandemi corona perusahaan tambang milik pemerintah ini memperkirakan ada penurunan pendapatan di bawah 25% pada periode yang berakhir Juni 2020 dibandingkan Juni 2019. Sementara, laba bersihnya juga diperkirakan turun antara 25-50%.
Terkait HBA yang terus turun, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan pandemi Covid-19 dan tingginya stok batu bara di pasar global berdampak pada tren penurunan HBA lima bulan terakhir.
"Penurunan HBA bulan Agustus 2020 ini masih disebabkan pandemi Covid-19 yang mengakibatkan turunnya permintaan di beberapa negara pengimpor batu bara, sementara stok di pasar global juga makin meningkat," ujar Agung dalam keterangan tertulis, Rabu (5/8).