Pandemi Covid-19, Garuda Hanya Operasikan 37% dari Total Pesawat

Arief Kamaludin|KATADATA
Maskapai Garuda Indonesia
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
9/6/2021, 11.04 WIB

Di tengah badai pandemi Covid-19, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terpaksa memarkir sebagian pesawatnya karena pembatasan kegiatan di beberapa wilayah Tanah Air. Maskapai milik pemerintah itu hanya mengoperasikan 53 pesawat atau hanya 37% dari total 142 armada yang tersedia.

Manajemen Garuda menyampaikan, penggunaan armada pesawat selama masa pandemi disesuaikan dengan kondisi pasar dan permintaan layanan penerbangan. Ini berkaitan dengan pemberlakuan beberapa kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat.

Penyesuaian yang dilakukan Garuda antara lain, mengurangi frekuensi penerbangan hingga optimalisasi penggunaan armada untuk rute padat penumpang. Di samping itu, penggunaan armada pesawat dalam penerbangan selama masa pandemi juga turut memperhatikan tingkat isian dari angkutan kargo.

"Jumlah armada yang dioperasikan selama masa pandemi berkurang, sehingga yang saat ini dioperasikan untuk mendukung operasional perusahaan ada pada kisaran 53 pesawat," kata Manajemen Garuda dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (9/6).

Berdasarkan data Manajemen Garuda, dari 142 armada yang tersedia, terdapat 39 pesawat yang saat ini tengah menjalani perawatan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kondisi pesawat yang dioperasikan tetap laik terbang (airworthy) sesuai dengan peraturan penerbangan.

Perusahaan juga tetap memelihara pesawat yang dalam kondisi tidak dioperasikan, yaitu dengan perawatan prolong dan perawatan berkala. Hal itu mengacu pada dokumen program perawatan yang diterbitkan oleh pabrikan pesawat atau mesin.

Selain pesawat yang bisa dioperasikan dan sedang dilakukan perawatan, Garuda terpaksa melakukan grounded atau relokasi. Tercatat, mayoritas armada pesawat Garuda, atau sebanyak 136 pesawat merupakan sewaan. Sementara hanya 6 pesawat yang dimiliki.

Manajemen Garuda masih masih terus berupaya bernegosiasi dengan lessor untuk pesawat dengan status grounded. Pendekatan yang ditempuh adalah untuk kembali dapat mengoperasikan atau melakukan pengembalian pesawat lebih cepat (early termination).

"Tentunya hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan armada sesuai demand layanan penerbangan pada era kenormalan baru ini," kata Manajemen Garuda.

Garuda menilai upaya restrukturisasi dengan lessor bisa berkontribusi menjaga keberlangsungan operasional dapat terjaga, termasuk upaya restrukturisasi dengan beberapa perusahaan pelat merah. Sampai saat ini, sumber pendanaan untuk keberlangsungan operasional dalam jangka pendek, bersumber dari pendapatan operasional.

Pada 7 Juni 2021, manajemen mengembalikan dua armada pesawat berjenis Boeing 737-800 Next Generation ke salah satu lessor. Upaya intensif ini diharapkan membantu penyelamatan Garuda melalui pemulihan kinerja usaha maskapai penerbangan milik pemerintah tersebut.

Percepatan pengembalian lebih awal armada yang belum jatuh tempo masa sewanya dilakukan setelah ada kesepakatan. Salah satu syarat pengembalian pesawat yakni dengan mengubah kode registrasi pesawat terkait.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, keputusan ini bagian dari langkah strategis dalam mengoptimalisasikan produktivitas armada dengan mempercepat jangka waktu sewa pesawat.

“Langkah penting yang perlu kami lakukan di tengah tekanan kinerja usaha imbas pandemi Covid-19. Fokus utama kami adalah penyesuaian terhadap proyeksi kebutuhan pasar di era kenormalan baru,” kata Irfan dalam pernyataan resminya, Senin (7/6).

Reporter: Ihya Ulum Aldin