PT Gudang Garam Tbk (GGRM) membagikan dividen tahun buku 2020 senilai Rp 5 triliun atau Rp 2.600 per saham kepada pemegang saham. Hal ini dilakukan setelah tahun lalu perusahaan absen membagi dividen.
Berdasarkan persentase, Gudang Garam membagi dividen sebanyak 65,8% dari total laba bersih 2020 yang senilai Rp 7,59 triliun. Padahal, laba tersebut tercatat menurun dibanding periode 2019 yang mencapai Rp 10,8 triliun.
Pembagian dividen ini diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang berlangsung pada 8 Juli 2021, dan diumumkan dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (12/7).
Berdasarkan data RTI Infokom per Juni 2021, PT Suryaduta Investama merupakan pengendali Gudang Garam dengan memegang 69,29% saham. Lalu, PT Suryamitra Kusuma memiliki saham GGRM sebanyak 6,26%. Masyarakat sebagai pemegang saham publik memegang 24,45% saham.
Menurut jadwal pembagian dividennya, akhir periode perdagangan saham dengan hak dividen untuk pasar reguler dan negosiasi pada 16 Juli 2021, sementara di pasar tunai pada 21 Juli 2021.
"Tanggal daftar pemegang saham yang berhak atas dividen Gudang Garam dilaksanakan pada 21 Juli 2021, sehingga tanggal pembayaran dividen kepada pemegang saham bisa dilaksanakan pada 29 Juli 2021," demikian tertulis dalam pengumuman perusahaan, Senin (12/7).
Keputusan membagikan dividen tersebut tampaknya membuat harga saham Gudang Garam bergerak menguat. Sejak berakhirnya RUPST, harga saham Gudang Garam naik 3,82% secara akumulasi menjadi Rp 42.125 per saham pada perdagangan sesi pertama Selasa (13/7) hari ini.
Meski begitu, Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi mengatakan, kinerja perusahaan rokok besar, termasuk Gudang Garam, agak berat karena masih harus menaikkan harga jual rata-rata di tengah cukai yang naik.
"Overall agak berat karena masih dihantui kenaikan cukai. Karena cukai pasti naik hanya perkara waktu saja (naiknya) sekarang atau nanti," kata Wafi kepada Katadata.co.id.
Dari sisi konsumsi rokok masyarakat dinilai tidak banyak turun meski kondisi pandemi Covid-19 yang membuat pendapatan masyarakat turun. Namun, Wafi menilai, masyarakat menurunkan daya belinya dari yang sebelumnya rokok golongan 1, menjadi rokok golongan di bawahnya.
"Dari konsumsi tidak banyak turun karena rokok di sini termasuk kebutuhan primer. Yang ada, bakal banyak yang downtrading ke tier 2 atau 3, bahkan ke rokok ilegal," katanya.
Meski begitu, Wafi menilai valuasi harga saham Gudang Garam terbilang sudah berada di bawah harga karena harganya sempat mengalami penurunan. Ia menilai, untuk investasi jangka panjang, investor masih bisa untuk menahan (hold) saham rokok asal Kediri, Jawa Timur tersebut.
"Jd untuk long term masih bisa hold karena ada dividen juga lumayan. Tapi karena industrinya masih berat, jadi jangan tambah dulu bobot portfolionya," katanya.