Fokus Bisnis Kargo, Garuda Pangkas Armada dan Rute Penerbangan

ANTARA FOTO/REUTERS/Regis Duvignau/File Ph
Regis Duvignau/ ARSIP FOTO: Logo Garuda Indonesia terlihat di pesawat Airbus A330 yang terparkir di kantor pusat Airbus di Colomiers dekat Toulouse, Prancis, 15 November 2019.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
19/8/2021, 21.50 WIB

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tengah memfinalisasi rencana bisnis terkait dengan pengurangan jumlah pesawat dan rute penerbangan. Rencana ini tengah dibahas pemegang saham, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpin Erick Thohir.

"Filosofinya adalah Garuda akan lebih sederhana, tapi porsi tebal dan full service (layanan penuh)," kata Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra dalam paparan publik secara virtual, Kamis (19/8).

Nantinya, jumlah dan tipe pesawat yang diterbangkan oleh Garuda akan dikurangi. Meski begitu, berapa jumlah pengurangannya masih diperhitungkan. Grup Garuda, termasuk Citilink, menerbangakan 210 pesawat dengan 13 jenis pesawat yang berbeda per 2020.

Konsekuensi logisnya, rute-rute yang akan dilayani pun akan berkurang sehingga sesuai mandat pemegang saham, Garuda akan fokus menerbangi rute dalam negeri dan fokus pada bisnis angkutan barang alias kargo.

Seperti diketahui, Garuda berfokus pada penerbangan berbasis kargo selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Saat ini, jumlah kargo yang diangkut dalam setiap kali penerbangan dinilai sangat tinggi, yakni mencapai 25 ton per penerbangan.

"Jadi, rata-rata pesawat besar kami yang ke luar negeri, terisi di atas 25 ton kargo setiap kali penerbangan," kata Irfan.

Irfan mengatakan, prospek bisnis kargo emiten berkode saham GIAA ini sangat baik dan ada peningkatan jumlah kargo per penerbangan. "Beberapa penerbangan internasional kami, baik itu ke Tiongkok maupun tempat-tempat lain, saat ini diisi cukup banyak oleh kargo," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Irfan menyampaikan perusahaan juga berharap kegiatan umroh bisa dibuka kembali pada Oktober 2021, sehingga maskapai milik negara ini bisa langsung terbang dari Indonesia. Hal ini diyakini mampu mendongkrak pendapatan Garuda tersebut setelah kegiatan haji tahun ini dibatalkan.

"Begitu umroh buka, swing dari pendapatan kami akan bergerak cukup jauh, karena antrean untuk umroh ini sudah sangat tinggi," kata Irfan.

Irfan mengaku terus memonitor strategi ini untuk memastikan semua rute yang diterbangi maskapai milik negara ini betul-betul mendatangkan keuntungan berbasis kargo untuk saat ini.

"Karena kami tentu saja belum bisa mengharapkan isian penumpang yang maksimal," ujar Irfan.

Selain berharap pada penerbangan haji, Irfan berharap syarat penerbangan antarpulau di Indonesia bisa menggunakan hasil tes antigen dan vaksin saja. Pasalnya, syarat untuk penerbangan di luar Pulau Jawa dan Bali, perlu menyertakan hasil tes polymerase chain reaction (PCR) dan vaksin.

"Kami tentu saja berharap, tidak lama lagi antigen dan syarat vaksin menjadi syarat yang lebih mudah dibandingkan vaksin dan PCR," kata Irfan menambahkan.

Berdasarkan laporan keuangan triwulan I-2021, pendapatan Garuda totalnya mencapai US$ 353,07 juta atau setara Rp 5,11 triliun (kurs: Rp 14.500). Pendapatan tersebut anjlok hingga 54,03% dibandingkan periode sama tahun lalu senilai US$ 768,12 juta. 

Reporter: Ihya Ulum Aldin