Duduk Soal BLBI di Balik Penyitaan Eks Aset Lippo Karawaci

Donang Wahyu | Katadata
27/8/2021, 19.40 WIB

Pemerintah menyegel dan menyita lahan yang terletak di perumahan mewah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) di Tangerang. Pemerintah menyegel aset tersebut karena menganggap terkait skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI.

Grup Lippo keberatan disangkutpautkan dengan BLBI. Corporate Communications  Lippo Karawaci Danang Kemayan Jati mengatakan, lahan yang disita oleh pemerintah sebetulnya adalah lahan yang sudah dimiliki secara hukum dan dikuasai oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2001.

"Jadi lahan tersebut sudah bukan milik Lippo Karawaci lagi," katanya dalam keterangan resmi kepada awak media, Jumat (27/8).

Danang menambahkan, kepemilikan lahan oleh pemerintah bertahun-tahun silam tersebut terkait dengan BLBI terhadap bank-bank yang diambil alih oleh pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada September 1997 atau saat krisis moneter.

Manajemen menjelaskan tidak ada satu pun perusahaan Lippo, termasuk Bank Lippo yang pernah meminta dan mendapatkan satu sen pun dana BLBI. "Kami sepenuhnya selalu mendukung program pemerintah yang mengkonsolidasikan aset-aset tertentu milik Depkeu (Departemen Keuangan, saat ini Kementerian Keuangan) dan satgas yang baru dibentuk," kata Danang.

Ia mengatakan, di antara aset-aset yang dikonsolidasikan satgas tersebut ada yang terletak di sekitar permukiman Lippo Karawaci, itu merupakan hal wajar. Namun, pemberitaan seolah-olah menyatakan ada penyitaan lahan atau aset yang dikaitkan Lippo sebagai obligor dahulu atau sekarang. "Itu sepenuhnya tidak benar karena aset itu sudah milik negara sejak 2001," ujarnya.

Berdasarkan riset Katadata.co.id atas sejumlah dokumen dan peraturan, Bank Lippo termasuk dalam Program Rekapitalisasi Perbankan akibat krisis tahun 1997-1998. Program tersebut diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 53/KMK.017/1999, 31/12/KEP/GBI tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum.

Pada 19 Mei 1999, terkait program tersebut, Bank Lippo dan BPPN  menandatangani Investment, Managemen and Performance Agreement. Nilai rekapitalisasi untuk Bank Lippo mencapai Rp 8,7 triliun.

Berbeda dengan BLBI dalam bentuk suntikan dana kepada bank yang kesulitan likuiditas, program rekapitalisasi Bank Lippo berupa penyertaan modal pemerintah atau negara melalui penerbitan saham baru (rights issue) bank tersebut. Penyebabnya adalah menurunnya rasio kecukupan modal Bank Lippo di bawah batas minimum yang diwajibkan.

Penerbitan saham baru itu dilakukan dua kali pada akhir 1998 dan tahun 1999, yang berujung kepada beralihnya kepengendalian Bank Lippo ke pemerintah melalui BPPN dengan menguasai mayoritas saham alias lebih 50% saham bank tersebut.

Belakangan, BPPN melakukan divestasi Grup Lippo yang dimenangkan konsorsium Swissasia Global dengan nilai Rp 1,25 triliun. Namun selanjutnya Swissasia melepas kepemilikannya di Bank Lippo kepada Khazanah Berhard, Malaysia senilai US$ 350 juta.

Seiring kebijakan kepemilikan tunggal (Single Presence Policy), Khazanah yang juga memiliki Bank Niaga akhirnya melebur kedua bank tersebut menjadi Bank CIMB Niaga.

Reporter: Ihya Ulum Aldin