Kemenkeu Hanya Cairkan PMN Tambahan Rp 16,9 T, KAI Gagal Raih Modal

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Menteri BUMN Erick Thohir mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
30/8/2021, 19.29 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hanya menyetujui tambahan penyertaan modal negara (PMN) 2021 Rp 16,9 triliun kepada untuk dua perusahaan pelat merah. Padahal, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengusulkan tambahan modal Rp 33,9 triliun untuk tiga perusahaan tahun ini.

Erick mengatakan PMN tambahan yang disetujui oleh Kementerian Keuangan untuk tahun ini adalah untuk PT Hutama Karya (Persero) senilai Rp 9 triliun dan PT Waskita Karya Tbk Rp 7,9 triliun.

"Jadi totalnya Rp 16,9 triliun PMN tambahan ini. Tentu ini sebagian besar untuk penugasan dan restrukturisasi," katanya dalam rapat dengan DPR Komisi VI, Senin (30/8).

Berdasarkan data presentasi yang pernah disampaikan pada DPR Komisi VI pada 8 Juli lalu, Kementerian BUMN mengusulkan total tambahan PMN senilai Rp 33,9 triliun. Modal tambahan ditujukan kepada Hutama karya Rp 19 triliun, Waskita Karya Rp 7,9 triliun, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan nilai Rp 7 triliun. Nilai totalnya mencapai Rp 33,9 triliun.

Artinya, KAI absen mendapat tambahan modal untuk anggaran tahun ini. Semula, dana tersebut akan untuk menambal kekurangan kewajiban ekuitas dasar dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai Rp 4,36 triliun, dan menambal biaya proyek LRT Jabodebek senilai Rp 2,7 triliun.

Kementerian BUMN pernah menjelaskan, terdapat tiga masalah dalam proyek KCJB, salah satunya terkait kekurangan ekuitas dasar (base equity).

"Kami harapkan base equity ini dimasukkan dari PMN karena memang perusahaan-perusahaan ini sedang dalam kondisi tertekan karena Covid-19," ujar Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat dengan Komisi VI DPR yang berlangsung Kamis (8/7).

Kartiko menyampaikan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) kurang menyetorkan kewajiban ekuitas kepada PT Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC), pemilik proyek KCJB. Seperti diketahui, KCIC merupakan perusahaan patungan antara PSBI (60%) dan Beijing Yawan (40%).

Ekuitas dasar yang tak disetor nilainya mencapai Rp 4,36 triliun. Jumlah itu terdiri dari kekurangan setoran dari PT Wijaya Karya Tbk Rp 240 miliar, PT Kereta Api Indonesia Rp 440 miliar, PT Perkebunan Nusantara VIII Rp 3,14 triliun, dan PT Jasa Marga Tbk Rp 540 miliar.

Sementara itu, untuk proyek LRT Jabodebek, masalah bermula dari estimasi proyek ini bisa beroperasi pada Juli 2019. Namun, terjadi keterlambatan pembebasan lahan, khususnya untuk depo LRT di Bekasi Timur. Pembebasan lahan ini dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan dibantu oleh Lembaga Manajemen Aset Negara.

Atas keterlambatan tersebut, terdapat peningkatan biaya proyek yang diestimasi sebesar Rp 2,7 triliun yang berasal dari peningkatan biaya praoperasi, biaya interest during construction, dan biaya lainnya.

PMN Tambahan 2021 untuk Hutama Karya dan Waskita

Berdasarkan draft usulan PMN tambahan 2021 dalam rapat sebelumnya yang diselenggarakan oleh Kementerian BUMN dengan DPR, Hutama Karya diusulkan untuk mendapatkan tambahan senilai Rp 19 triliun. PMN kepada holding BUMN infrastruktur ini memang rutin diberikan setiap tahun karena Hutama Karya tengah membangun mega proyek Jalan Tol Trans Sumatera.

Penugasan kepada Hutama Karya ini berdasarkan Peraturan Presiden No. 100/2014 dan 117/2015 untuk melakukan pendanaan, perencanaan teknis, pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan 24 ruas. Dalam perjalanannya, Hutama Karya memiliki permasalahan keuangan karena menjalankan program ini.

Masalah keuangan yaitu ruas yang dibangun memiliki realisasi lalu lintas harian yang rendah. Masalah lain karena kenaikan tarif tol tidak sesuai proyeksi sehingga menyebabkan risiko klaim atas penjaminan pemerintah terhadap Hutama karya meningkat jika tidak terdapat tambahan dukungan dari pemerintah.

Saat ini, terdapat Rp 50,5 triliun utang keuangan Hutama Karya dan Rp 21,3 triliun itang ke vendor yang dibayarkan perusahaan.

Sementara itu, Waskita saat ini memiliki utang mencapai Rp 90 triliun, termasuk kepada vendor. Utang tersebut buah dari akuisisi ruas tol di Trans Jawa milik swasta yang mangkrak atau lambat penyelesaiannya.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Waskita ditugaskan mengambil alih tol-tol milik swasta yang tidak berkelanjutan untuk diselesaikan pada 2015-2016. Selama 3 tahun terakhir, Waskita pun menyelesaikan proyek-proyek ini, seperti ruas Solo-Ngawi, Pejagan-Pemalang, dan Pemalang-Batang.

"Ini menyebabkan secara total utang mereka meningkat tajam," kata Tiko, sapaan akrabnya, dalam rapat dengan anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara virtual, Kamis (8/7).

Untuk memperbaiki kondisi keuangan tersebut, Kementerian BUMN dan Waskita melakukan strategi pengurangan utang dengan melakukan proses divestasi di ruas-ruas jalan tol yang sudah diselesaikan. Waskita memiliki 18 ruas, terdiri dari 5 ruas dari proyek Waskita dan 13 ruas merupakan proyek yang diakuisisi dari swasta.

Selain divestasi, program restrukturisasi secara menyeluruh juga dilakukan dengan dua skema dukungan dari pemerintah. Pertama, penjaminan pemerintah senilai Rp 15,4 triliun untuk refinancing obligasi dan modal kerja baru penyelesaian 132 proyek yang sedang dikerjakan terkait program PEN.

Kedua, melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 7,9 triliun pada 2021 dan PMN senilai Rp 3 triliun pada 2022. Hal tersebut digunakan untuk penguatan permodalan yang akan digunakan untuk penyelesaian 7 ruas jalan tol.

"Untuk perkuat permodalan karena banyaknya modal yang terserap untuk mengambil tol-tol di masa lalu," kata Tiko.

Reporter: Ihya Ulum Aldin