Omzet Barito Pacific Naik 38% Jadi Rp 33 T, PLN Kontribusi Terbesar

www.barito-pacific.com
Gedung Wisma Barito Pacific
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Lavinda
8/11/2021, 15.58 WIB

Perusahaan petrokimia PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mencatatkan pendapatan sebesar US$ 2,31 miliar atau setara Rp 32,98 triliun (Asumsi kurs Rp 14.259/US$) sampai kuartal III 2021. Pencapaian ini tumbuh 38,91% dari raihan omzet sembilan bulan pertama tahun lalu yang sebesar US$ 1,66 miliar atau Rp 23,75 triliun.

Manajemen menyatakan, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tercatat berkontribusi paling besar terhadap pendapatan perseroan.

"Pendapatan dari satu pelanggan yang melebihi 10% dari pendapatan bersih untuk periode hingga September 2021 adalah dari PGE/PLN dengan jumlah sebesar US$ 398.541," seperti dikutip dari Laporan Keuangan Konsolidasi Barito Pacific, Senin (8/11).

Secara rinci disebutkan, pendapatan dari penjualan listrik tercatat mencapai US$ 173,4 juta. Realisasi itu naik 2,03% dari capaian periode yang sama tahun lalu senilai US$ 169,94 juta.

Secara keseluruhan, pendapatan dari bisnis energi dan sumber daya naik 1,13% secara tahunan menjadi US$ 393,97 juta. Kinerja bisnis kredit karbon melonjak dari US$ 40.000 pada Januari-September 2020 menjadi US$ 1,99 juta pada sembilan bulan pertama 2021.

Penjualan produk petrokimia BRPT di dalam negeri juga meningkat 59,07% menjadi US$ 1,46 miliar dari capaian periode yang sama tahun lalu senilai US$ 909,2 juta.

Sementara itu, kinerja ekspor petrokimia perseroan naik 17,14% secara tahunan menjadi US$ 410,94 juta. Salah satu pendorong pertumbuhan tersebut adalah harga jual rata-rata yang lebih tinggi pada tahun ini, sedangkan volume tetap stabil.

Harga Polytehylene pada Januari-September 2021 naik menjadi US$ 1.229 per ton atau naik 42,9% secara tahunan. Sementara itu, harga Polypropylene naik 49,32% ke level US$ 1.447 per ton.

Adapun, beban pokok pendapatan dan beban langsung perseroan naik 28,94 persen menjadi US$ 1,67 miliar. Peningkatan beban ini disebabkan oleh biaya bahan baku yang menanjak, terutama harga Naphtha. BRPT mencatat harga Naphtha melonjak 49,51% menjadi US$ 619 per ton. Meski demikian, laba kotor tetap naik sekitar 74% secara tahunan menjadi US$ 637 juta.

Presiden Direktur BRPT Agus Pangestu mengatakan kinerja keuangan perusahaan mencerminkan kinerja bisnis yang tangguh, meskipun berada di tengah kondisi yang menantang dan dinamis akibat dari varian Delta Covid-19.

"(Hal ini) menyebabkan perlambatan permintaan di Cina dan aturan lockdown daerah berkelanjutan di Indonesia," kata dalam keterangan resmi.

Terkait anak usaha, Agus mengatakan, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk telah menyelesaikan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III dan telah dipesan secara penuh oleh investor utama baru, yakni Thai Oil Public Company Limited.

Setelah menambah modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau right issue, posisi ekuitas Chandra Asri hampir mencapai US$ 3 miliar dengan total likuiditas mencapai US$ 2 miliar.

"Kami sekarang akan terus melangkah untuk mengambil keputusan investasi akhir atas kompleks petrokimia kedua kami pada 2022," ucapnya.

Reporter: Andi M. Arief