Manajemen PT Bumi Resources Minerals Tbk menyatakan sedang mencari skema pembayaran alternatif terkait pembayaran utang kepada PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam.
Emiten milik Grup Bakrie dengan kode saham BRMS itu memiliki utang kepada Antam yang merupakan bagian dari transaksi pembelian PT Dairi Prima Minerals (DPM) senilai US$ 57,4 juta. Perseroan baru membayarkan US$ 22 juta terkait transaksi itu pada 2018 sebagai pembayaran pertama.
"Kami berharap untuk dapat mencapai kesepakatan atas skema pelunasan utang tersebut dengan manajemen Antam. Kami tengah berusaha keras bersama mitra usaha kami untuk mendapatkan pendanaan yang diperlukan sehingga pengembangan proyek secara komersial bisa segera terlaksana," kata Direktur Utama BRMS Suseno Kramadibrata dalam keterangan resmi, Jumat (7/1).
Secara rinci, BRMS telah melewatkan dua masa pembayaran, yakni Pembayaran Tahap I senilai US$ 2,45 juta dan Pembayaran Tahap II senilai US$ 31,4 juta. Dengan demikian, total utang BRMS ke Antam mencapai US$ 31,4 juta atau Rp 484,4 miliar.
Suseno mengatakan DPM tetap menjadi salah satu proyek tambang seng dan timah hitam dalam portofolio perseroan. Mitra yang dimaksud Suseno adalah China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering & Construction Co Ltd. atau NFC China.
Kemitraan itu terjadi setelah BRMS melakukan divestasi sebanyak 51% saham DPM kepada NFC China senilai US$ 110 juta. Sumber dana pembayaran pertama transaksi DPM bersumber dari divestasi ini.
BRMS menyatakan baru dapat membayar utang pembelian DPM pada ANTM saat DPM mulai beroperasi. Saat ini, DPM masih dalam tahap konstruksi dan ditargetkan beroperasi pada 2024.
DPM telah memperoleh Izin Operasi Produksi seng dan timah hitam dari pemerintah pada Desember 2017 dengan periode produksi hingga 2047. Izin itu akan digunakan untuk menarik seng dan timah hitam dari area konsesi seluas 24.636 hektar.
Sebelumnya, Corporate Secretary Division Head Antam Yuslan Kustiyan mengatakan BRMS telah mengajukan perpanjangan waktu pembayaran dan mengajukan opsi terkait resolusi pelunasan piutang. Saat ini, perseroan tengah mengkaji terkait aspek legal, governance,dan komersial atas usulan yang disampaikan BRMS
Sebagai informasi, BRMS akan menerbitkan 23,63 miliar saham baru senilai Rp 70 per saham melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Dengan kata lain, BRMS akan mendapatkan dana segar hingga Rp 1,65 triliun.
Namun demikian, dana segar itu tidak akan digunakan untuk proyek DPM. BRMS akan menggunakan dana hasil right issue untuk pengembangan tambang emas perseroan, yakni PT Gorontalo Minerals dan PT Citra Palu Minerals.
Berdasarkan laporan keuangan BRMS, total ekuitas mencapai US$ 600,83 juta atau naik 43,7% dari capaian 2020 senilai US$ 486,7 juta. Pada saat yang sama, liabilitas susut 2,82% menjadi US$ 98,57 juta.
Dengan demikian, aset BRMS tercatat tumbuh 18,91% menjadi US$ 699,4 uta dari posisi akhir 2020 senilai US$ 588,14 juta. Adapun, ekuitas berkontribusi sebanyak 85,9% dari total aset.
Di sisi lain, BRMS berhasil membukukan lonjakan pendapatan sebesar 97,1% secara tahunan hingga akhir kuartal III-2021 menjadi US$ 8,23 juta dari US$ 4,17 juta. Dengan demikian, laba bersih BRMS dapat tumbuh hingga 140,18% menjadi US$ 5,82 juta.
Berdasarkan data Stockbit, saham BRMS telah tumbuh 65,71% sepanjang 2021 menjadi Rp 116 per saham dari capaian penutupan 2020 senilai Rp 70 per saham. Secara tahun berjalan, harga saham BRMS turun 3 poin atau melemah 2,59% menjadi Rp 113 per saham.