PT Bumi Resources Tbk (BUMI) akan menambah modal melalui skema tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement sebanyak 13,20 miliar saham seri C dengan nilai nominal Rp 50 per saham.
Jumlah tersebut setara dengan 10,25% dari modal ditempatkan dan modal disetor sebelum pelaksanaan private placement.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), aksi korporasi ini dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi keuangan perseroan, serta menyelesaikan kewajiban perseroan pada Innovate Capital Pte Ltd yang telah menagih utang.
Sebelumnya, BUMI memiliki utang kepada Innovate Capital sebesar Rp 1,01 triliun. Penyelesaian utang dilakukan melalui konversi utang menjadi saham atau debt to equity swap dengan harga konversi Rp 76,59 per saham seri C.
"Hasil pelaksanaan private placement dalam rangka konversi utang menjadi saham diharapkan dapat memperbaiki posisi keuangan perseroan, memperkuat struktur permodalan, dan memperbaiki rasio utang terhadap ekuitas perseroan," tulis manajemen BUMI dalam keterbukaan informasi, dikutip Kamis (23/6).
Private placement akan dilaksanakan setelah perseroan mendapatkan persetujuan para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang akan digelar pada 29 Juli 2022.
Manajemen menjelaskan, usai pelaksanaan private placement, jumlah modal saham ditempatkan dan modal disetor perseroan akan meningkat dari 128,85 miliar saham menjadi sebanyak-banyaknya 142,06 miliar saham.
Sementara itu, jika seluruh saham diterbitkan, maka presentase kepemilikan saham secara keseluruhan dari para pemegang saham yang tidak ikut mengambil bagian dalam private placement ini akan terdilusi sebesar 9,30%.
Berdasarkan laporan keuangan, sepanjang kuartal I 2022, Bumi Resources membukukan laba bersih sebesar US$ 43,25 juta, pencapaian ini berbalik dari periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perseroan mencatat rugi sebesar US$ 11,67 juta.
Perseroan juga mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 32,6% di kuartal I 2022 menjadi sebesar US$ 1,37 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,03 miliar.
Dari sisi pengeluaran, beban pokok pendapatan meningkat 25,5% menjadi US$ 1,05 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$ 838,4 juta. Adapun, kenaikan beban pokok pendapatan disebabkan oleh peningkatan royalti menjadi 28%.
Hingga akhir Maret 2022, perseroan menghasilkan peningkatan produksi sebesar 16%, menjadi 16,3 MT dibandingkan 19,3 MT pada kuartal I 2021. Namun, harga jual rata-rata meningkat 59% dari sebelumnya US$ 53,1 per ton, menjadi US$ 84,5 per ton.
Tahun ini, perseroan menargetkan produksi dari anak usahanya yakni, Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar 55-57 juta ton, dan Arutmin Indonesia sebesar 26-29 juta ton. Sementara itu, untuk harga KPC ditarget berkisar US$ 120-150 per ton, dan Arutmin US$ 80-100 per ton.