PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menempuh upaya hukum terhadap dua lessor pesawat sebagai tahapan restrukturisasi yang telah dirampungkan. Keduanya adalah Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company (Greylag).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan bahwa upaya hukum ini dilakukan dengan pertimbangan yang sangat seksama dan mengedepankan prinsip kehati-hatian terhadap komitmen penegakan landasan hukum terkait kesepakatan restrukturisasi yang telah dicapai GIAA.
"Upaya hukum ini harus kami tempuh dengan pertimbangan mendalam atas implikasi yang ditimbulkan oleh Greylag melalui langkah hukumnya, terhadap proses restrukturisasi yang berdampak terhadap kejelasan pemenuhan kewajiban perusahaan bagi kreditur yang telah mendukung Garuda secara penuh serta sangat bergantung terhadap berjalannya pelaksanaan putusan homologasi dengan baik," jelas Irfan dalam keterangan resmi dikutip Kamis (5/1).
Ditempuhnya upaya hukum Garuda Indonesia tersebut merupakan tindak lanjut dari upaya hukum yang sebelumnya telah ditempuh Greylag di sejumlah negara. Termasuk di Mahkamah Agung (MA) yang sudah mendapat keputusan. Putusan homologasi menjadi landasan utama dari proses restrukturisasi maskapai nasional pelat merah itu termasuk kepada Greylag sebagai kreditur perusahaan.
Selain itu, Greylag juga mengajukan langkah hukum winding up kepada GarudaIndonesia pada otoritas hukum di Australia yang juga telah mendapatkan putusan yang memperkuat posisi hukum perusahaan. Namun otoritas hukum Australia turut menolak pengajuan winding up tersebut.
"Keputusan kami untuk menempuh upaya hukum ini merupakan komitmen kami untuk melindungi kepentingan yang lebih luas terhadap kepastian landasan hukum yang solid bagi seluruh kreditur dan mitra usaha. Harapan kami upaya hukum ini dapat semakin menegakkan posisi hukum kami terhadap komitmen Garuda untuk bertransformasi menjadi entitas bisnis yang dapat memberikan nilai optimal terhadap ekosistem usahanya," kata Irfan.
Diberitakan sebelumnya, dalam gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 793/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, Jumat (30/12) lalu, maskapai pelat merah tersebut menggugat dua krediturnya untuk membayar kerugian materiil Rp 14,25 miliar dan immateriil sebesar Rp 10 triliun.