Salah satu produsen batu bara utama dunia, Australia sedang berencana menetapkan kebijakan agar penambang mencadangkan hingga 10% dari produksi untuk pasokan domestik atau domestic market obligation (DMO). Rencana ini disambut positif oleh emiten batu bara, PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
“Dampaknya positif untuk batu bara berkualitas tinggi. Waktu akan menunjukkan dampak yang sebenarnya,” kata Direktur Bumi Resources Dileep Srivastava kepada Katadata.co.id, Selasa (24/1).
Dileep mengatakan permintaan listrik saat ini meningkat, tetapi tidak ada pendanaan yang tersedia bagi peningkatan produksi batu bara atau proyek terkait batu bara. Akibatnya pasokan batu bara berkurang di tengah tingginya permintaan. Sementara itu energi terbarukan masih belum bisa diandalkan untuk menggantikan bahan bakar fosil. Alhasil harga batu bara bisa tetap tinggi di pasar.
Namun dia menggaris bawahi tantangan tahun ini akan datang dari cuaca yang tidak mendukung seperti hujan lebat terus menerus, yang berdampak pada hasil produksi BUMI. Sebelumnya, BUMI menargetkan produksi batu bara dapat mencapai 80 juta ton hingga 85 juta ton tahun ini.
Menurut Dileep, target produksi batu bara BUMI 2023 masih lebih rendah dibandingkan kapabilitas produksi batu bara BUMI di situasi normal, yang bisa mencapai 90 juta ton per tahun dari KPC dan Arutmin.
Untuk mengejar target tersebut, emiten Grup Salim itu akan menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga US$ 90 juta atau setara Rp1,4 triliun. Di mana capex yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 ton batu bara adalah sebesar US$ 1.
Sementara itu dalam risetnya, analis PT Samuel Sekuritas Indonesia Juan Harahap mengatakan, BUMI baru saja mendapatkan izin dari ESDM untuk memproduksi sebesar 81,4 juta ton batu bara di 2023 atau naik 14,6% secara tahunan. Jumlah itu bahkan diatas ekspektasi Samuel Sekuritas yang sebesar 77 juta ton.
“Kami melihat hal ini sebagai sentimen positif didorong oleh BUMI dapat memonetisasi harga batu bara yang masih berada di level yang tinggi,” katanya.
Di 2023, Juan pun memperkirakan BUMI masih mencatatkan pertumbuhan pada laba bersih sebesar US$ 554 juta atau naik 5,3% dibandingkan tahun lalu. Kenaikan didorong oleh penurunan beban bunga menjadi US$ 36 juta yang turun 78,1% seiring dengan adanya pembayaran utang sebesar US$ 1,56 miliar melalui private placement di kuartal empat 2022. Patut diketahui, hutang OWK perseroan sudah dikonversi seluruhnya di Desember 2022.
“Kami masih merekomendasikan buy untuk BUMI dengan target harga Rp 230 per lembar,” ucap Juan.