Musim rilis laporan keuangan secara keseluruhan bisa mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu, aksi korporasi pembagian dividen setelah emiten merilis laporan keuangan juga menjadi bagian yang dinanti pelaku pasar, sehingga berpengaruh positif untuk pergerakan IHSG.
Namun sayangnya pelaku pasar mencermati kinerja keuangan emiten yang dapat melanjutkan tren pertumbuhan positif di tahun 2023. Adapun IHSG turun 0,45% sepanjang pekan lalu menjadi 6.880 dari 6.911 pada pekan sebelumnya. Kapitalisasi pasar bursa juga mengalami perubahan sebesar 0,22% menjadi Rp 9.489 triliun dari Rp 9.510 triliun pada sepekan sebelumnya
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengatakan, pergerakan IHSG tidak terlepas dari kondisi makro ekonomi global. Melemahnya IHSG di minggu lalu sebesar 0,45% pada periode 6-10 Februari 2023 lebih dipengaruhi oleh sentimen global.
Adapun rilis tingkat pengangguran di Amerika Serikat bulan Januari 2023 berada pada level 3,4%, turun dari bulan sebelumnya sebesar 3,5%. Non farm payrolls juga naik signifikan jadi 517 ribu, melebihi proyeksi konsensus sebesar 185 ribu dan lebih tinggi dari bulan Desember 2022 sebesar 260 ribu.
“Data tenaga kerja yang masih solid tersebut menandakan tingkat inflasi yang masih akan tinggi, sehingga The Fed masih akan hawkish terhadap kebijakan moneternya,” katanya dalam risetnya, Minggu (12/2).
Sementara katalis yang mempengaruhi IHSG minggu depan yaitu rilis data inflasi tahunan AS periode Januari 2023, diproyeksikan turun tipis sebesar 6,3%. Kemudian pelaku pasar juga mencermati rilis neraca perdagangan periode Januari 2023, serta keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang diproyeksikan naik 25 bps menjadi di level 6%.
“Oleh karena itu, kami melihat IHSG akan bergerak sideways cenderung melemah dengan resistance di level 6.980 dan level support 6.820,” kata Ratih.
Sedangkan Direktur Equator Swarna Capital Hans Kwee memprediksi IHSG berpeluang konsolidasi menguat pada perdagangan pekan ke-2 Februari 2023. Support IHSG ada di level 6.803- 6.688 dan resistance di level 6.961-7.000.
“Pekan ini pasar menanti data inflasi AS dimana bila inflasi lebih tinggi dari 6,2% akan membuat koreksi pasar saham berlanjut,” kata Hans.
Setelah ekuitas AS terguncang selama seminggu oleh data pekerjaan yang kuat, investor menunggu data inflasi konsumen periode Januari minggu depan untuk kejelasan tentang jalur kenaikan suku bunga Fed. Data inflasi AS akan sangat penting dalam membentuk ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga di masa depan.
Kekhawatiran akan langkah The Fed kedepan dalam menetapkan kenaikan suku bunga acuan kembali muncul setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa proses penurunan inflasi baru saja dimulai namun masih akan berlangsung cukup lama. Komentar tersebut memicu ekspektasi bahwa otoritas moneter tertinggi di Amerika tersebut bisa jadi akan menaikan suku bunga lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang saat ini dianggap sudah tercermin di pasar.
Pelaku pasar sekarang memperkirakan target suku bunga the Fed mencapai puncaknya di level 5,153% pada Juli dari kisaran saat ini 4,5%-4,75%.
Dari eksternal, ekonomi Cina diperkirakan mengalami pemulihan ekonomi lebih lambat menyusul data inflasi yang rendah. Cina melaporkan bahwa tingkat inflasi konsumennya naik bulan lalu seiring pulihnya permintaan karena pencabutan pembatasan pandemi, perjalanan serta pengeluaran terkait dengan Tahun Baru Imlek, hari libur terbesar negara itu. Pasar memperkirakan terjadi kenaikan inflasi inti sebesar 2,2% mendekati target sekitar 3% yang ditetapkan pemerintah tahun lalu.
Sedangkan, faktor dalam negeri datang dari koreksi harga batu bara yang telah mendorong sebagian emiten batu bara terkoreksi. Harga batu bara termal di ICE Newcastle, Australia, turun. Harga batu bara ICE Newcastle telah merosot 43,6% sepanjang tahun ini. Salah satu faktor utamanya adalah pasokan gas yang lebih tinggi dari perkiraan di Eropa setelah musim dingin yang ringan.
Selain itu, BI mungkin akan mempertahankan suku bunga acuan pada bulan Februari Menyusul data inflasi yang terkendali dan terapresiasinya rupiah.
BI diperkirakan akan melakukan jeda kenaikan suku bunga pada rapat kebijakan berikutnya, karena tekanan inflasi yang rendah dan rupiah yang lebih kuat.
Rupiah terapresiasi 2,9% year to date menjadi Rp 15.100 per USD, termasuk yang tertinggi dibandingkan negara-negara berkembang Asia yang setara. Ekspektasi BI rate di level 6,5% atau naik 75 basis poin lagi di tahun 2023.